Sudah hampir dua bulan sejak aku dioperasi di ruang spesial bernama ODC, One Day Care, di ruang yang kukira di post sebelumnya memiliki kepanjangan Operasi Dalam Sehari itu (sok tau yang sungguh total). Kini tugasku adalah mendongeng tentang seluk beluk mengapa aku sampai berakhir bahagia di ruangan yang penuh warna hijau nan menentramkan itu. Oh, ya, benar sekali. Aku harus mengulang sekali lagi, supaya yang membaca ini paham betul betapa aku menyukai berada di rumah sakit, dirawat, menghilangkan setres, dan walaupun membayar aku tetap suka, kecuali ketika mendapatkan jatah makan siang sup kembang kol yang penuh ulat, dan kecuali ketika didongkolin perawat atau pihak rumah sakit yang sebenarnya jarang sih kudapat..
Awalnya aku tak mau cerita ke banyak pihak, dan tak akan menulisnya di blog, karena ketika aku mendapat kabar berita penyakitku ini, aku adalah sosok yang berpikir seakan diberi musibah sama Tuhan. Mungkin saat itu aku masih berada dalam fase penyangkalan, atau entah apa namanya. Yang pasti saat itu aku berfikir ini adalah kegagalan sebagai sosok perempuan. Ha?
Iya yang seperti itu, soalnya penyakitku yang diangkat itu adalah tumor di "onderdil" perempuan. Adalah tumor payudara. Juli aku dapat kabar buruk bahagia itu, dan tentu secara tak sengaja. Aku bersyukur segera mengetahuinya, walaupun bikin terkejutnya hampir setengah mampus. Maaf sedikit melebai, tapi ini beneran tak mudah diterima sama perempuan, apalagi perempuan seperti aku yang yakin seratus tujuh puluh persen sudah pintar jaga kesehatan. Aku, walau tak begitu rutin, suka berolahraga. Aku suka makan sayur daripada teman-teman perempuan kebanyakan. Aku tak suka makan gorengan seperti kebanyakan muda-mudi yang suka tersesat di burjo. Aku orang yang suka mengaji, dan walaupun sholatnya masih sering bernego sama Tuhan, aku selalu yakin buat dijauhkan oleh Tuhan dari mara bahaya.
Keyakinan itu rupanya tak lebih dari kesombongan (yang terakhir sombong bangett!!!). Bisa jadi aku lebih banyak berolah raga, makan sayur, tidak makan gorengan, dan suka mengaji. Tapi di dunia ini banyak sekali hal yang tak dapat dinalar, yang biasanya aku bilang tentang diri sadar dan diri bawah sadar itu. Dan tentu, aku tak habis pikir mengapa bisa aku mendapat benjolan di payudaraku.
Walau kemudian aku memuaskan nalarku dengan beberapa alasan. Pertama, aku sudah minum kopi instan indokafe original sejak SMP, dan ketika SMA ganti kopimik, yang lalu diselingi sama yang original (bahkan sekarang, setelah operasi, aku masih "nakal" nyimpen lima sachet dalam rak ransumku -> ah, ini kalau kawan-kawanku baca, aku segera "dihabisin", hahaha). Kedua, aku penikmat ABC Selera Pedas sup tomat, juga sejak SMP, yang walau tak se-nerd itu ngefans sama mie instan ini, dan walau selalu memasaknya dengan sawi berjibun, tetap saja itu mie instan. Yang ketiga, aku tak begitu easy going, yang walau sekali easy bakal easy banget, namun aku seorang yang terlalu memikirkan segalanya, sedikit susah menerima kenyataan yang seharusnya masih dalam cakupan nalarku tapi tak kunjung dapat dijelaskan; bisa jadi aku adalah calon penderita panic attack! Oh, tidak!! Lalu yang paling parah, walau aku sangsi ini juga turut andil dalam penyakitku: di setiap bulannya aku memiliki periode "benci makan", di mana selama hampir seminggu aku hanya makan sekali per-harinya, dan minum susu sebagai apologinya.
Nah, tentu abc selera pedas sama kopi itu, pengawetnya sudah numpuk habis-habisan di tubuhku, lalu bikin dia bermutasi hingga gak bisa membunuh diri secara alami. Akhirnya tumbuh terus deh jadi tumor. Manajemen stres yang tak baik pun pasti memperburuk segalanya. Tak makan secara benar, walau di sisa minggu lainnya rajin makan sayur, tetap saja memperburuk keadaan. Konsumsi vitsinku selama ini, kusinyalir bukan penyebab utama, karena kurasa masih banyak yang lebih parah konsumsi vitsinnya daripada aku namun mereka baik-baik saja. Pengawet adalah kegagalan hidupku. Bahahah.
Kini aku tak lagi minum uht setiap hari. Aku beralasan dengan minum susu, perutku merasa kenyang, hingga aku tak mau makan. Aku memakai trik untuk tetap mau makan. Di antaranya dengan memasak sendiri (ya, aku suka sekali masakanku! Terutama pelecing kangkung asal Lombok, tanah kelahiran ayahku!), mengganti beras putih ke beras merah (karena nasi merah tidak manis!), dan makan buah tiap harinya. Untuk diriku yang manja karena biasanya ngopi, kuganti dengan crashed tea alias teh tubruk, dan bila aku terpaksa makan vitsin, aku akan menggelontorkan rosela seduh ke dalam tubuh.
Untuk manajemen stres, aku menghindari berbagai provider stres. Bila terpaksa berada dalam keadaan tertekan, dan ya, ini kadang tak dapat dihindari, aku akan pergi mencari pegangan-ku. Me-WA +Alvi Syahrina, nggeje dengan +nanang dw di plurk, ngaji bila ingat, dan bila parah, menerapkan tiga serangkai penghilang kepanikan: joging atau olahraga lain (olah raga penghilang stres nomor satu masih naik gunung!), memasak, membaca! Untuk menulis dan menggambar, mereka masih berada di bawah tiga hal tadi.
Akhirnya aku pun sedia untuk cerita ini semua. Awalnya hanya dua temanku yang tahu. Kemudian aku bilang teman dekatku. Kemudian aku bilang kakakku. Kemudian aku bilang teman kosku yang lain. Kemudian aku bilang dua teman kuliahku. Kemudian aku bilang ibuku. Kemudian aku bilang kesemua kakakku. Kemudian aku bilang temannya teman kosku yang sedang menginap. Kemudian lambat laun aku jadi ngerti, berbagi hal begini rupanya berarti buat orang lain. Hingga aku bilang saja ke semua yang kira-kira mumpuni untuk dikasih tahu. Kebanyakan aku berbagi cerita dengan teman perempuanku. Rasa tak percaya diri yang awalnya hinggap padaku karena saat itu kupikir aku sosok yang ber-"aib", tidak sempurna dan berpenyakit, merasa tak memenuhi standar sebagai calon istri idaman (afu noted), kini menguap. Hahaha. Parah ya, bisa-bisanya sampai aku berpikir aku tak lagi memenuhi standar sebagai seorang istri. Tapi benar lho, itu merupakan kejatuhanku yang paling MasyaAllah! Kini? Persyaiton, saudara-saudara. Karena, it's just a flesh..(nunjuk badan), dan karena.. entahlah, aku rasa apa yang kupikirkan itu keterlaluan sekali. Sebabnya, yang begitu tak berbeda dari mempertanyakan nikmat Tuhan. Sebentar ya, aku istighfar bentar.. *ngek*
Perjalanan menuju operasi secepat kilat, karena dokterku orangnya nggak suka yang lambat-lambat, takut nanti semakin parah, karena tak ada yang tahu jenis apakah tumor yang kuidap itu. Tak mungkin juga untuk biopsi, karena benjolannya banyak! Terdeteksi oleh usg ketika bulan Ramadhan kemarin, masing-masing satu berukuran kecil di payudara kanan dan kiriku. Dokter langsung menyarankan operasi saat itu juga. Namun tentu aku menolak karena kupikir ini bisa diselesaikan dengan pengobatan alternatif dan diet gaya hidup.
Hampir dua bulan berikutnya, aku tes usg lagi. Benjolan di payudara kiri bertambah satu. Totalnya jadi tiga. Aku terkejut juga. Dokterku pun langsung ambil keputusan operasi, karena selain itu sudah tabiat seorang dokter bedah (haha, tabiat!), Pak Dokter merasa tiga benjolan itu hitungannya "banyak", dan artinya parah. Lalu karena saat itu aku tes usg untuk siap dioperasi bila ketahuan tumor itu masih ada, maka bret! bret! bret! Pak Dokter mencarikan aku bangsal, aku menjalani beberapa tes pre-operasi, kemudian selama hampir seminggu, aku menikmati masa rehatku, masa sebelum, pas, dan setelah operasi di rumah sakit, yang sudah kuceritakan sebelumnya (ya benar, yang naif banget itu, hahaha!!)
Kenapa benjolan ini harus diangkat? Karena menurut Pak Dokter, benjolan semacam ini belum tentu jenisnya jinak. Tumor mammae, masih menurutnya, memiliki lima kemungkinan jenisnya: dua tipe FAM (ini kelenjar air susu yang menggumpal) yang berjenis jinak, dan FCD (entah apa kepanjangannya, cari aja :p), yang terdiri dari tiga tipe, yang masing-masing berpotensi jadi ganas. Aku tak tahu dengan jelas nama masing-masing tipenya apa, karena tak tercatat. Kita sebut saja FCD I, FCD II, dan FCD III. FCD II adalah tumor yang nantinya jadi ganas dengan jangka waktu 15-20 tahun setelah pertumbuhan pertama si benjolan. FCD III dengan periode kurang dari 5 tahun. FCD I adalah tumor yang paling kurang ajar, karena tak diketahui masa periode jadi ganasnya, alias bisa jadi sebulan, bisa jadi lima bulan, bisa jadi dua puluh tahun kemudian, atau bisa jadi kapan pun setelah jaringannya tumbuh. Kuberi julukan dia si Misterius! *ngek*. Akhirnya, tumor lebih amannya segera diangkat sedini mungkin, agar menghindari kemungkinan si FCD, yang ngeri banget bok kalau sudah kanker stadium 4!!! Maaakkk!!!!*kebetulan ketika periksa aku bersebelahan dengan mereka yang payudaranya sudah diangkat, dan yang sedang dalam tahap stadium 3, aduh, ngerinya pake super!!!*
Menurut Pak Dokter, sebut saja namanya Dr. Herjuna Hardiyanto, Sp. B. Onk (K), yang praktiknya kalo pagi harus sudah ada janji di (Poli) Klinik Wijaya, gedung baru RS Sardjito, kalo siang di Poli Tulip, masih di RS yang sama, biopsi bisa jadi kurang akurat, karena tes itu hanya mengambil sebagian kecil jaringan tumor sebagai contoh (sampel). Kadang bagian lain jaringan tumor berbeda sama bagian yang diambil, akhirnya si potensial ganas tak terdeteksi. Kasusku yang benjolannya lebih dari dua, dan Pak Dokter terlihat ngeri (semoga bukan pura-pura), maka aku tunduk berikhtiar untuk operasi pengambilan jaringan tak diinginkan itu.
Operasi selesai, aku dikasih lihat penyakitku. Bukannya tiga benjolan yang sudah diambil dokter, eh, malah empat!! Hahaha!! Dua di payudara kanan, dua di payudara kiri. Yang ngeri, rupanya ukuran yang terdeteksi di usg sebelumnya melenceng jauh dari kenyataan. Di usg bilang hanya berskala mili meter, kenyataannya sudah senti meter! Bahkan salah satu penampang benjolan yang paling besar sudah mencapai tujuh senti!! Oh, my!!!! Kusinyalir karena usg hanya mendeteksi secara dua dimensi, jadi walaupun sudah terlihat dengan alat itu, ia gagal merekam ukuran sebenarnya. Belum lagi kemampuan dokter usg-nya juga sangat berpengaruh. Terdeteksi tiga, tapi rupanya ada empat ketika dibuka, kurasa itu suatu erorejring manusia. Atau, apa bisa dalam tiga hari saja (pasca usg ke operasi) sebuah jaringan tak diinginkan muncul? Ah, bisa jadi..
Daging kenyal berwarna putih kekuningan, dan beberapa yang lain putih bersih ini (tentu setelah dibersihkan dari darah), lalu dibawa ke laboratorium PA (Patologi Anatomi), lalu dengan PA-nya (maaf jayusnya menghina), mereka dicacah-cacah untuk kemudian diketahui jenisnya. Seminggu setelah operasi, hasil PA keluar.
Tertera di sana, yang paling besar berukuran 7x4x2 cm, sudah disebut tumor, di payudara kiri. Sisanya hanya disebut kantong jaringan, satu menemani si tumor di payudara kiri berukuran 2x2x1,5 cm, dua lainnya di payudara kanan, masing-masing berukuran 2x1,5x1,5 cm dan 2x1x1 cm. Alhamdulillah, tidak didapatkan tanda ganas..
Banyak yang bilang nanti kalau menikah, punya anak dan menyusui, jaringan tersebut bisa hilang. Tapi aku tak kuasa percaya pada banyak yang bilang, sedang ada tujuh-senti-meter daging siluman tumbuh dalam payudaraku, yang nanti dua puluh tahun kemudian tak kutahu akan jadi apa. Tekad bulat mengantarkanku pada keputusan untuk operasi.
And hey!! I got scars on my boobs!! Dan karenanya, I definitely look sexier!!