Sunday, August 14, 2011

Indonesia Mengajar


Preface apa ya yang bagus untuk posting kali ini? Emm, coba saya ceritakan tentang gerakan Indonesia Mengajar terlebih dahulu. Indonesia Mengajar adalah sebuah gerakan yang didirikan Anies Baswedan, dkk. Gerakan ini mengirimkan Sarjana negri terbaik untuk menjadi guru SD selama 1 tahun di pelosok negri. Landasannya adalah bahwasanya mencerdaskan bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun adalah tanggung jawab semua orang yang terdidik, artinya semua orang terdidik wajib untuk mendidik yang belum terdidik. Yang diharapkan bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa secara harfiah, namun juga efek samping darinya. Pengajar Muda (sebutan untuk Sarjana yang dikirim gerakan ini) akan menginspirasi muridnya dan masyarakat di daerah penempatannya. Pengajar Muda juga akan terinspirasi, belajar hidup, dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Dengan ini, tenun kebangsaan akan menjadi lebih kokoh. (Btw, ini saya barusan liat contekan di sini lho, wkwk)

Oke, saya akan jujur menyatakan perasaan saya di paragraf ini. Yaitu bahwa saya tergila-gila dengan gerakan ini (juga founding fathernya, jiahaha..). Ingatan roadshow Indonesia Mengajar yang saya hadiri di pertengahan tahun 2010 (pertengahan mutungnya saya sama TA saya) dan di awal tahun ini, menempel terus di jidat saya hingga sekarang. Indonesia Mengajar ini memiliki goal yang ajiiib banget. Pemecahan masalah kesenjangan sosial yang sebenarnya. Langsung ke inti. Saya sangat menggebu-gebu akan gerakan ini, walaupun 2 kali gagal menjadi sarjana terbaik yang terpilih..

Dengan Indonesia Mengajar, pemerataan pendidikan bisa terjadi. Pemerataan kesejahteraan juga akan terjadi. Karena siklusnya kan, bila mau sejahtera, kita harus punya ilmu lebih dulu. Kalo sudah terdidik, seseorang jadi ngerti apa dan bagaimana itu standard hidup, dan segera mengejar standard hidup yang layak untuk dirinya. Ilmu yang dimilikinya akan memudahkan dirinya mengejar standard hidup idamannya, dan ketika itu terjadi kepada dirinya, dan masyarakat sekitarnya, dan di seluruh Indonesia, maka gap yang selama ini terjadi antara remote area dan non-remote area sedikit demi sedikit akan hilang. Bingo!

Apa ini bisa terjadi? Ya bisa lah. Asal Indonesia benar-benar mengajar. Kalo hanya Indonesia Mengajar saja yang mengajar sih, saya sanksi bisa. Terhitung 123 Pengajar Muda telah dikirimkan ke 14 remote area dalam setahun ini. 51 Pengajar Muda akan menyusul menggantikan 51 angkatan pertama. Kenyataannya tidak hanya 123 (+51) orang yang ingin dikirim ke pelosok negri. Pendaftarnya lho ribuan. Sebut saja 4.368 recent graduates, termasuk saya, telah melamar untuk menjadi Pengajar Muda angkatan II. 72 di antaranya terpilih dan telah ditempatkan. Artinya ada 4.296 pemuda Indonesia lainnya yang siap dan ingin mengajar saudara-saudaranya di sana, namun keinginannya belum bisa terfasilitasi. 4.296 orang ini, in my humble opinion, bila niatnya tersampaikan, Indonesia yang cerdas insyaAllah bukan hanya cita-cita lagi.

Menginspirasi saja ternyata tidak cukup. Saya contohnya, telah sangat terinspirasi oleh gerakan ini, dan sekarang sedang bingung mencari jalan untuk mewujudkan niat saya ini. Bergerak sendiri, menurut saya adalah jawabannya (dan semoga saya memiliki keberanian untuk segera mewujudkannya). Namun berapa orang dari 4.295 pemuda lainnya yang berani melangkah sendiri? Akan lebih baik bila wadah itu tetap ada untuk mereka. Sayang bila niat mereka harus mati dan kemudian pergi untuk memperkaya diri sendiri. 

Kita kembali ke angka. Bila dihitung secara Matematika, kita akan butuh 60 Indonesia Mengajar lagi untuk mewadahi pemuda-pemuda tadi (exclude saya lho kali ini..:p). Oke deh, harus sedikit diperketat persyaratannya, seumpama yang bisa diterima hanya seperempat darinya. Bila demikian, kita akan membutuhkan  sekitar 15 Indonesia Mengajar lagi.

Nah, sudah seharusnyalah Indonesia Mengajar tidak hanya berhasil menginspirasi kami para pemuda. Tapi juga menginspirasi kalangan lain, yaitu orang semacam Anies Baswedan untuk mendirikan gerakan serupa. Artinya dibutuhkan 15 orang Anies Baswedan lagi.

Bila 15 orang tersebut hadir, maka 15 gerakan semacam Indonesia Mengajar bisa lahir. 15 orang serupa Anies Baswedan ini akan menginspirasi teman-temannya sehingga kuota 60 dapat tercapai. 60 orang ini akan melahirkan 60 gerakan yang serupa, yang akan menginspirasi pemuda lainnya. Secara matematis dan linier, maka sekitar 262.080 pemuda lain akan terinspirasi dan mendorong banyak di antaranya untuk menjadi serupa dengan Pengajar Muda. Bila siklusnya berjalan tanpa rintangan, maka akan membludak jumlah orang serupa Anies Baswedan yang lahir, lalu berjibun orang serupa Pengajar Muda yang dikirim ke pelosok sehingga kuota pendidik inspiratif dapat terpenuhi untuk seluruh bangsa. Indonesia yang benar-benar mengajar tercapai. Semua daerah marginal dapat dibangun. Kesenjangan sosial sedikit demi sedikit lenyap dari muka Indonesia. Bingo again!!
Intinya, semakin banyak recent graduates yang mumpuni dikirim ke pelosok dan mengajar, maka semakin banyak pula dampak positif yang diakibatkan. Semakin dekat pula cita-cita bangsa menjadi bangsa yang maju. Kata sifat untuk Indonesia dalam grammar Bahasa Inggris tidak lagi memakai present participle, namun akan berubah menjadi past participle. It will be 'developed' country, not the developing one.. Awesome..

Pokoknya Indonesia yang benar-benar mengajar harus segera diwujudkan..!!

Eh, ada lagi. Bila memang tidak ada 15 orang Anies Baswedan lagi di Indonesia ini, bagaimana bila Pak Anies disuruh menggandakan diri sampe jadi 15 lagi? Seru banget itu kayaknya.. (timpuk kursi). Atau kalo emang pemerintah rada bener gitu, mending duit yang dikorupsi sumbangin dikitlah ke negara. Sumbangin dikit buat bikin program semacam wajib militer, namun kali ini bukan wajib militer.. Untuk sumbang asih rakyat cerdas kepada negaranya, bikin program 'Wajib Mengajar'. Anak-anak yang baru lulus dari pendidikan pasca-SMA (higher Education) wajib mengikuti program ini. Makmur deh Indonesia..

Simpel kan? Kalo bermimpi gini sih, emang simpel banget..

Tuesday, August 09, 2011

7303-impian

Bercerita tentang mimpi. Mari kuceritakan tentang mimpi dalam sejarah hidupku. Bagiku mimpi adalah petunjuk untukku melangkah. Tujuan. Hal ini kemudian menjadi sesuatu bernama prinsip: aku tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuanku. Aku tidak akan berbuat yang ujungnya tidak mewujudkan mimpiku. Aku akan bertindak yang mengarah pada impianku. Bertindak selain itu berarti mengingkari mimpiku. Banyak hal yang turut andil dalam pemaknaanku atas pentingnya mewujudkan mimpi. Pasti sangat banyak. Namun yang signifikan selalu mengingatkan adalah novel-novel karya Paulo Coelho. Awalnya aku diajarkan oleh Sang Alkemis. Kubaca saat aku duduk di bangku SMP, dengan pemaknaan sekenanya. Seorang bocah SMP tahun duaribuan sudah mulai dikenalkan dengan kata-kata njlimet novel terjemahan yang isinya pun menurut orang dewasa saat itu memang njlimet. Namun bukan njlimetnya yang menjadi poin di sini. Adalah makna yang Coelho coba sampaikan. Memang aku tidak begitu yakin dengan itu pada saat aku membacanya. Namun ketika masa SMA, kuulang lagi membaca Sang Alkemis, dan aku mulai paham apa inti dari novel tersebut, jiwa pewujud mimpiku pun mulai lahir. Sang Alkemis mengajarkanku untuk meraih mimpi dan tiada menyerah untuk meraih mimpi, walaupun banyak sekali rintangan menghadang.

Mimpiku waktu SMP adalah sekolah di UGM, dan ketika SMA menjadi spesifik untuk kuliah di Teknik Elektro UGM. Dalam ingatanku kespesifikan itu seperti berikut: dahulu ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMA, aku sangat ingin menjadi seorang yang sangat pintar di bidang IT, dengan daya kodingnya yang super brilian; mencontoh film yang diaktori oleh John Travolta+Brad Pitt (lupa judulnya). Lalu aku mendapat informasi bahwasanya Ilmu Komputer adalah jurusan yang tepat. Aku pun gagal ujian masuk UGM dan kemudian mengikuti SPMB dan tiba-tiba terdampar di Teknik Elektro UGM, instead of Ilmu Komputer. Ketika kucrosscheck sejarah ini dengan ibuku, beliau mengatakan bahwasanya sebelum masa SPMB, aku pernah dengan menggebu-gebu berstatement akan membuat robot super di luar negeri. Ternyata menjadi pembuat robot lah yang mengantarkanku untuk masuk Teknik Elektro, dan bukannya Ilmu Komputer. Impian yang bila mau jujur, sudah kulupakan, sebelum akhirnya ibuku mengingatkannya beberapa hari yang lalu. Dan memang iya, impian untuk menjadi coder kala itu tergantikan dengan menjadi pembuat robot. Seingatku aku menggebu-gebu hingga keinginan ibuku untuk menjadikanku seorang calon dokter gagal total. Ibuku menyerah dengan impiannya memiliki seorang anak yang bergelar dr. dan dengan sedikit berat hati menuruti keinginanku untuk menjadi seorang pembuat robot. Impian palsu. Jeki palsu.

Kukatakan palsu, karena pada akhirnya aku lupa pada impian itu. Ini terjadi ketika diriku terlena. Ada masa yang dimulai di penghujung tahun pertama dalam kehidupan di Jogjaku, di mana diriku mulai kehilangan prinsip tentang pentingnya mewujudkan mimpi. Masa ini berlangsung selama..(mari istighfar sebelum membacanya)... 2 tahun lebih. Kusebutnya masa kering kerontang. Dalam periode itu aku menjadi sangat buruk. Aku non-aktif dari sebuah organisasi yang dengannya seseorang bisa membunuh jiwa pragmatismenya dan menjadi seorang yang aktif solutif. Menjadi seorang yang tidak ‘omdo’ – omong doang. Masa ini membunuh karakter ‘teguh dalam mencapai cita-cita’ yang telah kumiliki. Dalam masa ini, aku berhianat kepada diriku sendiri. Menjadi seorang yang sangat psimis, dan sering mengubah-ubah cita-cita karena takut akan konsekuensi dari suatu putusan. Aku tidak mau berjuang melawan rintangan dalam mewujudkan impian menjadi robot maker. Alasannya? Karena mata kuliah di konsentrasi yang membuat robot sangatlah sulit. Pada titik ini, mulailah aku menjadi pelari yang unggul. Untuk menghindari mata kuliah yang sulit, aku lari kepada jalur Informatika, yang mata kuliahnya lebih bisa kucerna. Motivasi? Hanya karena tidak ingin mendapat nilai C (dan D) terus menerus. Motivasi pelarian: ‘toh juga dulu aku pernah punya impian menjadi seorang IT expert’. Expectation: mendapat banyak nilai A. Oh, pragmatis sekali!!! Dalam perjalananku menjadi seorang pelari ulung, aku mulai lari dari kenyataan. Denial demi denial kuarungi. Yang penting lari dari kenyataan. Tujuanku pada saat itu hanyalah satu: lari.

2 tahun lebih kuarungi kehidupan palsuku sebagai mahasiswa. Di tahun terakhirku, masa ini mulai berakhir. Aku mulai menyadari kehidupan palsu yang telah kujalani. Tentang impianku. Tentang apa yang kuinginkan setelah menjadi pelari ulung. Aku mulai menelaah kembali pelajaran-pelajaran kebijaksanaan. Aku membaca ulang Sang Alkemis. Bahkan semua novel Paulo Coelho (yang ternyata selalu saja berisi tentang pentingnya mencapai mimpi) kutelaah kembali. Semuanya mengingatkanku agar memiliki mimpi, memiliki keinginan sejati, dan agar tidak berkhianat pada mimpiku. Kemudian aku pun bermimpi kembali, bukan yang sifatnya berlari. Ini adalah mimpi yang harus kukejar, kuraih dan kucapai, mimpi yang nyata. Mimpiku ini, sayangnya tidak berhubungan erat dengan mata kuliah-mata kuliah yang selama ini kutempuh dan kuraih banyak nilai A di antaranya. Pelarianku selama itu ternyata bukanlah sesuatu yang sejatinya kuinginkan.

Namun aku tetap menamatkan kuliah. Dan aku harus sedikit ingkar dari gelar yang kumiliki, demi mimpiku ini. Ujungnya? Hanya satu. Aku hanya ingin menjadi seorang yang selalu jujur pada diri sendiri, bukan lagi pelari ulung yang disejajarkan dengan pengecut. Bukan lagi menjadi seorang yang psimis. Aku hanya ingin menjadi seorang optimis yang berhasil menempuh segala rintangan dan cobaan hingga tercapai angannya. Karena menjadi seorang yang jujur itu berarti pula menjadi seorang yang bahagia. Sangat bahagia.

Memang tidak mudah untuk menentukan keinginan. Tetapi aku, dan kamu, dan kalian semua sudah memiliki caranya. Hati. Yang kuperlukan, yang kamu perlukan, yang kalian perlukan adalah hati. Aku bertanya kepada hatiku, hal apa yang paling membahagiakan di dalam hidupku. Aku menelaahnya, dan aku berani berjuang demi mewujudkan kebahagiaan ini. Kebahagiaan yang deminya aku berani bertarung untuk melalui segala cobaan yang hadir. Kebahagiaan yang bila diraih, akan memberikan senyum simpul kepuasan di sudut bibirku. Kebahagiaan yang mengantarkanku kepada individu yang lebih baik, yang lebih bahagia dan lebih penuh syukur. Kebahagiaan yang aku dan kamu menyebutnya sebagai impian. Terserah apa pun itu bentuknya. Bisa jadi uang, atau pun sesuatu yang bentuknya abstrak seperti perasaan. Yang pasti itu adalah sebuah impian. Impian yang harus kau wujudkan. Yang harus juga kuwujudkan.

Semoga, aku dan kamu dapat dengan teguh mempertahankan impian, dan lebih dari itu, semoga kita dapat mewujudkannya..

PS: 7303 adalah kode game Free Cell yang sudah seharian tak dapat kuselesaikan, bisakah kau? *ngek*