Wednesday, February 08, 2012

Mahameru Itu Berada di Atas Semeru (1)


Malang, 23 Desember 2011



Aku tahu mereka benar-benar akan datang. Sms konfirmasi kepastian sudah kudapat. Seorang dari Bandung sebagai team leader, seorang penggagas yang mencari partner paling militan sedunia dan satu lagi seorang dari Jogjakarta, yang sudah teruji kemilitannya oleh si penggagas. Mereka semua berangkat hari ini, ke sini, ke kota kecilku. Yang dari Bandung memilih Malabar, yang dari Jogja menetapkan pilihan untuk menaiki trayek menuju Surabaya terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan dengan Penataran di pagi buta. Mereka melakukan itu untuk menuju kotaku tercinta: Malang, dude.

Tekad bulat sudah dibuat. Kami akan mendaki, meraih titik tertinggi di pulau Jawa, meraih Mahameru. Bulat. Titik. Kebulatan tekad itu pada awalnya hanya berlaku untuk tiga orang dari kami saja: aku, dia, dan dia. Pada kenyataannya bertambah dia satu lagi. Ia juga dari Jogja, memutuskan turut serta dengan kesiapan seadanya, dan tanpa menaiki angkutan umum; dia memilih diantarkan oleh motor kesayangannya. Jadilah kami bertiga merubah tekad: kami akan menyapa Semeru berempat, bukan bertiga.

Dan aku sudah siap sedia. Backpack kapasitas 60 liter (kalo gak salah) telah disewa (mau beli duitnya kurang), matras baru sudah dibeli, sendal nggunung baru juga sudah (invest, dude), mental sudah matang, dan fisik sudah bulat (?). Ya, aku sudah sebulan menyiapkan pendakian yang akan menjadi pendakian terbesar dalam sejarahku selama ini. It's Semeru, dude; you must be so serious about it. Dan bukan hanya karena Semeru saja. Ini adalah pendakian pertamaku dalam 2 tahun terakhir. 2 tahun adalah jangka waktu yang cukup lama, dan kau tidak boleh main-main di sini; fisik harus ditindas habis-habisan untuk siaga menghadapi segala bentuk tantangan Gunung, terlebih, sekali lagi, ini Semeru.

Maka aku minum 250ml susu setiap harinya (yang sebenarnya memang sudah merupakan rutinitas keseharianku), berusaha skipping setiap hari, dan menjaga stamina. Walaupun sebenarnya persiapan fisik ini mendapat beberapa kendala, seperti harus bersedia tidak skipping beberapa hari karena sedang menyiapkan sesuatu untuk pendaftaran Indonesia Mengajar (yang, ya benar, pada akhirnya belum jadi dan rencana menjadi berantakan, karena, ya sekali lagi benar, ekspektasi yang tinggi: sok perfeksionis), lalu harus melakukan perjalanan singkat ke kota sebelah selama 3 hari demi pemenuhan janji kepada diri sendiri (it's a bit complicated to tell), dan beberapa kendala teknis kecil lainnya yang pada kenyataannya tidak sedikit pun menyurutkan tekadku untuk bertemu Semeru.

Mentalku memang sudah siap sejak awal, sejak pendakian Semeru masih merupakan rencana menggebu si penggagas ide. Ini Semeru; yang kau harus melewati kota kelahiranku terlebih dahulu kala ingin mendakinya; dan aku akan mendaki dengan sahabatku; lalu apa lagi yang kucemaskan? Apa lagi yang kuragukan?

Ini akan menjadi sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Bulat sudah tekadku. Aku naik gunung lagi, bersama sahabat-sahabatku, dan mereka sedang menuju ke mari. (titik)

berikutnya>>