Tuesday, December 24, 2013

Independent is Over


Desember yang basah, yang berlalu secepat kilat. Dia tak semenyenangkan November. Tapi Desember tetap meriah dengan segala gerak dan gerak. Bulan ini aku bergerak sedemikian cepat. Kantung mata menggantung petanda istirahatku tak cukup. Nafasku tersengal-sengal menyedot energi melebihi yang dibutuhkan ketika mendaki gunung. Emosiku meluap-luap melampaui kegetiran perihnya pengkhianatan. Desember ini, aku bergulat dengan setan. Dan karenanya, setan dalam diriku turut bahagia. Karena ia bahagia, seluruh jiwaku juga ikut bahagia. Meski, tak dapat kuelak, jalan setan tetaplah jalan setan. Ia menantang segala kegigihan.

Gerakku di luar imajiku. Apa benar ini oleh-oleh sehabis operasi? Aku berani melawan. Aku berani menantang. Aku berani terus menatap mata mereka yang merendahkan, walau belum sampai berani menantang duel. Aku seakan berbeda. Manusia penuh harmoni itu sudah mulai bertransformasi. Kini diriku hadir dengan keberanian yang lain. Aku, lebih tepatnya diriku, menyalurkan emosi-emosi dalam laku. Bahkan aku melesat mengendarai motorku tanpa penuh waspada seperti biasanya ketika di suatu siang aku kembali mendapat hinaan. Mataku berair, kepalaku mendidih, dan sadarku hilang. Lakuku mengambil alih kontrol setir motorku. Aku tak mendapat kecelakaan karena tubuhku sudah mengenal baik seluk-beluk jalan serta jam macetnya. Aku cukup beruntung saat itu aku memutuskan pulang ke kos, bukan pergi ke tempat baru. Bila yang terakhir itu terjadi, dan aku harus menempuh jalanan asing, kurasa aku tak akan dapat menulis ini semua.

Dari serentetan kejadian di bulan Desember ini, aku kerucutkan dalam satu pemaknaan: aku telah menjadi sosok over independent, walau jatah makan masih diberi ibu dari rumah. Aku yakin aku dapat hidup sendiri. Tapi walau seyakin-yakinnya aku tentang hal itu, aku tak mau hidup sendiri. Kerja tim selama November-Desember ini menyadarkanku akan hal itu. Hidup sendiri memang menyenangkan. Di kamar membaca, menulis, bersenda-gurau dengan kawan satu kos, menulis lagi, memasak, membaca lagi, kembali memasak, beristirahat sejenak. Ke perpus, sendiri, menyapa teman, berbincang sebentar, membaca, membaca lagi, menulis yang penting, mencari literatur, dan membaca lagi. Sungguh menyenangkan. Hidup sendiri adalah surga. Tapi levelku hanya segini. Tidak lebih.

Maka ketika aku bergerak, pergi keluar dari kesendirian yang menyenangkan itu, aku dapati kerajaan setan yang membawaku pada tingkatan diri yang lebih tinggi. Tahu alasannya kenapa? Karena dengan pertengkaran, dengan emosi yang meluap, dengan segala negosiasi yang telah kulakukan, diriku menjadi lebih lengkap. Aku seakan jadi mengerti energi kolektif yang sering dibicarakan Coelho di buku-bukunya. Desember November ini, aku menyerapnya. Dan rasanya jauh melebihi rasa ketika aku sendiri menghasilkan sebuah tulisan di pojokan kamarku yang hangat. Kebetulan aku sendiri bekerja dengan mereka yang masih enggan melepaskan diri kesepian mereka. Maka ketika melihat kontribusi yang mereka berikan untuk tim, lalu aku bandingkan dengan apa yang telah kuperbuat, aku tersenyum puas menikmati perbedaan tersebut.

Tapi walau seakan aku bekerja bersama-sama, nyatanya aku berbuat lebih daripada yang lain. Darahku meluap tak ingin berlaku yang tidak maksimal.  Kukerahkan semua semangatku. Alasannya hanya satu: karena aku telah berikrar. Dan sekali aku telah mengucap janji, satu pemenuhan terhadapnya adalah sebuah kemutlakan. Aku heran mengapa teman-teman tak begitu bergairah memenuhi janjinya masing-masing. Padahal aku sangat ingin keseluruhan tim berbuat maksimal untuk proses-proses yang terjadi.

Karenanya aku yakin aku bisa sendiri. Aku dan satu dua temanku. Lalu aku menyimpulkan diriku sekarang over independent. Aku bekerja sangat keras karena aku pekerja keras. Aku bekerja dengan bersemangat, karena aku menyenangi kegiatan November-Desember, bahkan aku sempat berpikir itulah passion-ku yang lain, sebelum aku teringat aku harus fokus pada hal yang sedang kurintis. Aku mengurus ini-itu hampir selalu sendirian, dan jarang gagal. Diriku kali ini.. ah, entahlah.. 

Aku ingin bilang ini meresahkan karena begitu terlampau mandiri, tapi di satu sisi meresahkan itu adalah pemaknaan dominan. Aku ingin bilang ini tak meresahkan, namun kadang aku juga resah karena ada beberapa pihak yang menginginkanku untuk berpikir a la pemaknaan dominan tersebut.

Kini aku berdo'a saja, agar sisa Desember ini aku masih penuh yakin bahwa over independent itu baik adanya. Toh tak ada ibu yang ingin dinilai lemah oleh anak-anaknya..