Sunday, November 24, 2013

Mengimajinasikanmu


Aku mengajak anak-anak TPA berimajinasi tentangmu. Tanpa tujuan apa-apa, hanya ingin mengajak mereka berimajinasi saja. Tentang bagaimana itu nanti memberi pengaruh pada gambaran mereka tentangmu, kuharap kau tak keberatan.

Sore hari kemarin waktunya. Kami memutar seputar Arab kontemporer. Hanya video Laptop Si Unyil tentang jam raksasa di Mekkah yang kami dapat. Ya, Mekkah lagi, tapi semoga di benak mereka tak hanya berkisar Islam saja ketika membayang Mekkah. Ada teknologi yang sangat canggih dan sangat modern di sana. Islam pun kontemporer.

Mereka mengaku mengantuk. Padahal aku sangat bersemangat dengan teknologi di tengah-tengah kekaukan konstruksi Islam tradisional yang dimiliki Mekkah. Mungkin tayangan itu memang cocok bagi mereka sepertiku, si hamba sahaya teknologi. Aku selalu kagum dengan penemuan-penemuan dan mereka yang mendedikasikan dirinya untuk hal itu.

Mengantuk pun tak apa, pikirku. Mereka sudah mendapat gambaran Arab kontemporer. Hal ini akan berguna di masa akan datang. Aku pun beranjak pada permainan berimajinasi. Anak laki-laki menolak berkelompok dengan anak perempuan. Aku terheran-heran. Bagaimana bisa mereka sudah meliyankan anak perempuan bahkan sejak umur dini?

Ah, itu urusan nanti. Akhirnya biar mereka tak bosan, sekalian saja kuhadap-hadapkan yang puteri dan putera. Kubagi jadi dua kelompok, putra dan putri untuk saling berebut skor tertinggi. Aku berpesan pada kelompok putri untuk mengalahkan bocah-bocah putra. Kelompok putri menang, walau di awal skor mereka jauh tertinggal. Kelompok putra langsung loyo seketika. Aku berjanji membawa hadiah pada hari Senin.

Mereka telah kuajak berimajinasi tentangmu. Sembilan kotak berisi nilai untuk pertanyaan dengan jawaban yang benar. Aku merasa sedikit kurang ajar, tapi mengapa tidak?

Ketika satu kelompok memilih satu kotak, aku akan bercerita. Dari cerita itu, aku akan memilih pertanyaan. Anak-anak harus menjawab. Jawaban yang benar adalah jawaban kemungkinan. Tak ada yang benar-benar benar. Dua kawanku kutunjuk jadi juri.

Kelompok putra memilih kotak G. Kisah tentang engkau yang berselimut. Aku menutur kisahmu yang menggigil kedinginan saat Jibril datang tak diundang (atau sebenarnya kau mengundangnya?). Aku bercerita bagaimana Jibril berada di depanmu, menyuruhmu untuk "membaca". "Bacalah!", katanya. Kau takut, dan sadar tak dapat membaca, menjawab pertanyaan itu, "Aku tak dapat membaca!". Diulang lagi oleh Jibril, "Bacalah!", kau jawab lagi, "Aku tak dapat membaca!". Jibril lalu memelukmu dengan sangat erat, hingga nafasmu tersengal-sengal. Lalu diulang lagi perintah itu, "bacalah!". "Aku tak dapat membaca!", katamu lagi masih ketakutan. Datang lagi Jibril memelukmu sangat erat dan kembali kau tak dapat bernafas. Tiga kali hal itu terjadi, hingga saat kali ketiga Jibril melepas pelukannya yang bertambah erat dan tambah membuatmu tak dapat bernafas, menghimpit segala paru-paru dan sekujur tubuhmu, kau pun, entah bagaimana caranya, melafalnya: "Iqra' - iqra' bismirabbilalladzii khalaq'. Halaqal insana min 'alaq. Iq'ra' wa rabbukal akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam." 

Kau yang menggigil kedinginan, segera pulang. Sampai rumah, kau minta diselimuti Khatijah. Kau pun berselimut dalam kamarmu, menceritakan pengalamanmu padanya. Masih kau ingat kejadian di Gua Hira' yang ajaib. Kau masih ingat kata-kata yang entah darimana datangnya namun akhirnya kau ucapkan. Wahyu pertama telah sampai untukmu.

Anak-anak mendengar dengan seksama. Pertanyaan lalu kuberikan. Bukan yang aneh-aneh, karena aku tak tahu lanjutan dari kejadian itu. Pertanyaan mudah untuk kelompok putra adalah: "Benda apa saja yang kira-kira ada di kamar Rasul?"

Bocah laki-laki melengos. Protes karena ceritanya sudah begitu serius, tapi pertanyaannya mengada-ada. Bayangkan, aku diprotes!! Tapi tetap, jawaban pun bermunculan dari mereka. Dari selimut, kasur, jendela, lukisan unta, hingga lantai. Kurang ajar pertamaku disambut dengan sepuluh jawaban benda-benda yang mungkin ada di kamarmu.

Kekurang ajaranku berikutnya adalah ketika aku melontarkan pertanyaan kondisi tubuhmu ketika kau beristirahat di Bushra dalam perjalananmu berdagang ke Syiria. Kala itu awan menyertai di atasmu, agar kau tak kepanasan. Pertanyaan ini dalam kotak yang juga dipilih kelompok bocah laki-laki. Mereka tak segan berkata kau berkeringat, kau kepanasan, kau bahkan, masih kata mereka: menahan pipis. Itu logis, kan.. Maafkan bila membayangkanmu seperti itu membuatmu marah. Mereka hanya anak-anak..

Berikutnya aku memberi pertanyaan tentangmu empat tahun. Ketika itu kau sedang bermain dengan teman-temanmu. Dua orang tiba-tiba datang. Anak-anak lain ketakutan, menyingkir pergi. Ada yang menyaksikan dua orang itu membelah dadamu, mengambil jantungmu, dan menyucikannya dengan salju (aku juga terheran-heran bagaimana bisa mereka menghadirkan salju di daerah kering seperti Arab). Mereka lalu mengembalikan jantungmu, menghilang, dan ajaib, kau masih hidup. Dua sosok itu adalah malaikat. Pertanyaan atas kisah ini untuk grup putri adalah, kira-kira kau sedang bermain apa dengan teman-temanmu saat itu. Kelompok putra masih protes karena pertanyaanku mereka nilai tak bermutu. Aku terkekeh menyadari itu benar adanya.

Jawaban bermunculan, mulai dari petak umpet, main mobil-mobilan, hingga main gobak sodor. Aku sendiri membayangkan kau empat tahun saat itu sedang bermain boneka dengan teman-temanmu. Lho, tak apa kan aku membayang seperti ini?

Jam sudah sore ketika aku berkeputusan menyelesaikan. Aku hutang hadiah untuk yang menang. Dalam hati aku berharap semoga kau tak keberatan bila anak-anak jadi lebih dekat denganmu ketika mereka mulai berani membayangkan hal-hal tentangmu yang sangat manusiawi. Karna betapapun kau pilihan-Nya, kau tetap manusia. Manusia, Rasul.. Duh, betapa aku juga rindu jadi manusia..

1 comment:

  1. kerennnn jekiii.. :D
    bnr2 melatih imajinasi sekaligus dakwah.. ehehehehe..

    ReplyDelete

enter what comes into your head.. -_-b