Monday, February 28, 2011

Wis, Udah..

Alhamdulillahirobbilalamin, akhirnya diwisuda juga. 23 Februari 2011. Berada di gedung Graha Sabha Permana, mendengarkan syahdu PSM bernyanyi, menunggu giliran pembagian 'map' ijazah, lalu menunggu lagi untuk pembagian 'map' (plus) ijazah pada wisudawan terakhir (which means the ceremony is finally over). Berfoto-foto, tertawa riang gembira, ya, tentu itu semua. Namun bagi saya rentetan ceremonial dalam gedung berasa yah, biasa aja. I was graduated 4 months ago, and my graduation ceremonial was canceled because of Merapi explosion. Dan karena menurut saya moment ini adalah momen penting dalam hidup saya, maka saya memutuskan untuk mengikuti wisuda periode berikutnya: this month, at Feb 23th, 2011. I had thought I would feel so wonderful, grateful, and joyful because of the ceremony inside the building. But the fact is different. Menatap gedung gsp, mendengarkan paduan suara bernyanyi, melihat berjibun wisudawan, dan mendengarkan pidato yang aneh dari rektor, membuat saya merasakan biasa aja untuk acara wisuda kemarin. Muka saya bener-bener pokerface.. Semacam gak ada 'greng' nya. Boring..

Ketika bertoga with: ijah (bestfriend), mom, brother and sister..
Namun perasaan-perasaan yang saya harapkan malah muncul di luar seremonial. Di luar gedung. Berikut yang membuat saya merasa wonderful, grateful dan joyful:
1. Kedatangan seluruh keluarga inti saya plus ksatria-ksatria kecil saya, yaitu ibu dan ketiga kakak saya serta keempat ponakan saya, juga 1 kakak ipar. Mereka sangat antusias untuk dapat melihat 'the last one' diwisuda s1. Rasanya sungguh diberkahi berada di antara orang2 terkasih. Gosh, I love them all..:)

Ksatria kecilku: koko-me with atta-jalu-alik and atta
2. Idem poin 1
3. Idem poin 1
4. Friends! Even I sing a stupid song in front of them..!

Saat dengan teman kos tercinta, dan bunga dari ponakan serta teman
Yang membuat saya bahagia pada saat wisuda kemaren adalah keluarga saya, kebersamaan dan kekompakan, kehangatan dan kecintaan yang mereka miliki. I really grateful having a very wonderful family.. Bayangkan, 4 bayi laki-laki berkumpul untuk wisuda saya!! Oh, I really love 'em..:)

me with flowers, my sist in law, my sist, and flowers from my ksatria n friend
Dan pasti mengerti konsekuensinya kan? Ya, ketika malamnya dan besoknya, setiap keluarga harus pulang ke tempat masing-masing, setiap ksatriaku dibawa untuk kembali ke rumahnya, hampa tiba-tiba. Mengantar ke stasiun dengan mata yang basah, melambaikan tangan dan kereta membawa mereka pergi saat sayup-sayup angin malam menembus pertahanan jaket merahku. Ya, hampa. Untuk beberapa waktu yang belum bisa ditentukan, cinta mereka tak bisa kudapat secara langsung....

Namun apa lah arti hampa bagi seorang yang sudah sering memaknai kehampaan?? To face it and to move on.. Hanya itu kan kata kuncinya? Rejection from Indonesia Mengajar memang sedikit menghancurkan puing-puing ketangguhan yang berhasil kubangun, dan moment wisuda yang ditakdirkan oleh Tuhan dengan mendatangkan seluruh keluarga tersayangku, kembali membangun keteguhan hati yang hampir remuk redam tersebut.

Hampa karna cinta dari keluarga tak dapat kunikmati secara langsung tiap hari. Tak bisa juga kuaplikasikan cintaku pada mereka sedemikian rupa. Sepertinya saya harus cepat-cepat berkeluarga, bermuara pada satu hati..

-ditulis dengan banyak ketidaksinkronan pikiran, hingga yakin antar paragraf jg sedikit 'linglung'-


Monday, February 07, 2011

No more Love talking..

So, I've been on 14th Jogja Islamic Book fair 2011 for about 4days. Yup, 4days! Creepy? (don't have a crap here, seriously!) And what's happening here? How is it doing? Mengasyikkan kah? Menyebalkan kah? Me 'whatever' kan kah?? Jawabannya: SEMUANYA!!


At first, tujuan saya ikutan ini adalah karena saya KETAGIHAN (apaan sih??). Ya emang gitu, ketagihan!!--> apaan lagi sih?? Ok, let me explain the history..

Pertama kali berada di Jogja pada tahun 2006 sebagai mahasiswa baru, saya sudah terjaring menjadi panitia pameran komputer Mediatech 2006, yang memang diselenggarakan oleh Teknik Elektro UGM bersama NY Organizer. Saat itu memang tujuan awalnya karena saya seorang Maba yang ingin mengasah kemampuan berorganisasi tinggalan jaman SMA. Ternyata yang didapat lebiiih daripada itu. Tergabung dalam sie publikasi membuat saya memilki berbagai pengetahuan dan kemampuan dalam hal publikasi. Capek? Ya, Tentu!! Berkali-kali rapat untuk strategi publikasi yang mantabh; negoisasi dengan pihak media sponsor: TV, radio, koran; koordinasi dengan seluruh panitia (yang kesemuanya diikutsertakan dalam penyebaran poster, spanduk, round-tag, leaflet, dan pemasangan baliho), serta yang benar-benar menghabiskan stamina pra-acara: kelilingliling untuk menyebarkan para poster! Nah kan? Kalo anak gak niat pasti ogah deh disuru begini2an.. But for me, it was fun, working with friends is always FUN!!

Berada di tim publikasi saja sudah memberikan banyyaaak sekali pelajaran berharga bagi saya, belum lagi ketika menjadi tim operasional yaitu tim saat hari H, di mana seluruh tim bergabung untuk acara pameran: seksi keamanan, seksi kelistrikan (gen-set, dsb.), seksi dokumentasi, seksi acara, seksi ticketing, seksi konsumsi, seksi front office, seksi............... (lupa dah). 5 hari pameran komputer, gonta ganti antara ticketting dan FO serta check in check out untuk peserta, ternyata sangat melelahkan, dan merupakan ajang pembelajaran yang 'bagus' sekali. Berinteraksi dengan banyak sekali orang tak dikenal. Seluruh panitia belajar. Seluruh panitia berinteraksi dengan orang asing: pengunjung, peserta pameran, tukang parkir.. dan itu jumlahnya tidak hanya ratusan, bahkan ribuan. Di sini lah kita belajar bagaimana berinteraksi dengan klien, bernegoisasi, bersahabat dengan orang yang tidak pernah kita kenal sebelumnya. Media pembelajaran kedewasaan kalo saya boleh bilang. Dan saya KETAGIHAN karenanya. Ya, menjadi dewasa yang dapat mensikapi semua situasi dan kondisi dengan benar, itu yang membuat saya KETAGIHAN. Sejak saat itu pun, saya berusaha untuk terus meningkatkan level kedewasaan tersebut. Bertemu dengan banyak pihak, bergerak, mengurus sesuatu, dan menang: mendapatkan level penyesuaian diri yang cukup tinggi, level pemahaman yang juga cukup tinggi..

Dan sampailah pada ketika saya melihat rontek (round-tag) milik Jogja Islamic Book fair 2011 di perempatan selokan Jakal. Saya sih sudah familiar dengan pameran buku ini. Lalu atas nama nganggur dan ingin part time sembari nunggu keputusan dari Indonesia Mengajar (sekalian cari makan gratis untuk beberapa hari ke depan, wkwkwk), maka saya iseng nelpon penyelenggara book fair tersebut. Saya pikir daripada nomor organizernya (di rontek) dianggurin, maka saya dial saja untuk iseng-iseng berhadiah makan gratis (cah kos banget deh), dan saya pun sok2 melamar jadi pembantu umum pantitia. HAHAHA. Ditanyain: "bisa full time?", saya langsung jawab "Bisa!", "Transportasi?" saya bilang: "gak masalah mbak", "dibayar segini?", saya langsung jawab: "gak papa mbak" sambil dalam hati bilang 'yang penting makan gratis', jyaaaaaaahhh sumpah gak tau malu!! Padahal itu H-1 pameran!!! Sakiit jiwaaaaaaa!!!!

But don't judge me like that, that was so rascal. Bila anda tau saya, tau lah maksud di balik apa yang saya lakukan kali ini. Makan gratis? tentu iya (lumayan buat lulusan nganggur yang masih dapet duit dari ortu). Tapi misi kali ini adalah completely challenging myself. Langsung terjun ke dalam suatu sistem tanpa mengerti bagaimana backgroundnya, bagaimana lingkungannya, bagaimana kondisi sosial di dalamnya, jenis apa sajakah orangnya, wataknya seperti apa, apa yang mereka senangi dan tidak senangi, dan segala macam tetek mbengek yang ada dalam sebuah sistem. And I challenge myself on it. I don't know who's the organizer, I never met them before, I just once called them, then I tried to throw myself away into them. Dan ketika sukses berada di dalam sistem tersebut, sukseskah saya kemudian menjalaninya? Can I pass it? Can I gather and work with them, people I never knew and never knew me? Can I be as matured as I wanted? Can I work my best even with imperfect condition?? Those are the questions behind the label 'Why I did this'. 

So how's the result so far?? When I said 'SEMUANYA' at the start, I really meant it. Semuanya terjadi. Yang sudah kuduga sebelumnya: TIRED!! Kelelahan sampe alergi selalu muncul, itu terjadi. But it's not a big deal, sudah biasa kalo saya collapse ketika kerja keras. Lalu tentu crash pendapat juga hadir mewarnai. Dan satu lagi yang telah saya prediksi: bertemu dan bekerja dengan tipikal orang yang sangat sangat sangat tidak saya sukai: the one who asks to be understood but never get realized that he/she never tries to understand the others, seseorang yang selalu menuntut untuk dimengerti padahal dia tidak sadar bahwa dia tidak pernah mau mengerti orang lain. Itu juga terjadi. Saya bekerja dengan orang seperti itu. Tapi di sini lah letak tantangan itu. Saya harus bisa menghandle emosi saya. Maka saya menghadapinya dengan emotionless: 'WHATEVER walopun anda tidak mau memahami saya, tapi demi kelancaran tugas, saya bersedia memahami anda, Anda adalah sosok yang belum tahu, dan saya harus memaklumi kebelumtahuan anda.' And it works well so far, I CAN COMPROMISE WITH MY DISLIKE!!!!!! Completely good news, rite??(dance).

Tidak hanya ketidak bahagiaan, ada juga kebahagiaan tentunya. Melayani orang-orang baru seperti pengunjung dan peserta dengan ikhlas dari hati, waahh itu saya suka sekali. Layaknya ketika saya mendesain dan mengurus kaos Plurk untuk teman-teman. Sekali lagi, saya KETAGIHAN dengan hal semacam ini. Ever heard about the happiness of serving? kebahagiaan melayani, yang katanya merupakan kebahagiaan dengan level tertinggi? Do it from your heart and your heart is fulfilled with happiness!! Dan ketika melayani untuk kupon pengunjung, atau melayani informasi lainnya, entah mengapa saya senang sekali melakukannya.. Yeah, the theory about the highest happiness is completely right..

Dan SEMUANYA pun saya rasakan. Persahabatan yang baru saya dapatkan. Bertemu dengan orang-orang bervisi misi menakjubkan. Bertemu dengan artis yang saya tidak kenal (dan tentunya biasa aja karna saya ndak dhong kalo itu artis.. #Jeki dilawan). Bersenda gurau dengan pengunjung yang notabene orang asing. Komplain pengunjung dan peserta atas sesuatu. Bekerja dengan orang yang gigih dan berpikir solutif. Semuanya saya rasakan. Anger. Happiness. Sadness. Tired. Hunger. Hate. Love. Care.

Wait a minute. LOVE??? Oh, Crap Apple!!! 

Hahaha, no more LOVE talking, pameran masih 3 hari lagi, and I better sleeping preparing myself than talking about something undefined like  hell yeah.. LOVE...!!! Sampai jumpa di kala saya sudah kembali pada jam tidur yang normal..!!! 

Thursday, February 03, 2011

Buah Simalakama

Mesir yang bergejolak. Berita yang dahsyat. Setelah berita mengatakan bahwa Tunisia berhasil dengan penggulingan penguasa oleh rakyat, Mesir kemudian bergejolak, menginginkan tujuan serupa. Mengikuti apa yang ramai dibicarakan media mengingatkan saya atas sesuatu bernama 'titik agregasi' yang saya cuplik dari buku 'Jihad Gerakan Intelektual' milik mas Suharsono (sok kenal aja nih, makanya pake mas, hahaha).  Dalam buku ini, titik agregasi didefinisikan sebagai limit toleransi penindasan yang tidak boleh dilampaui dan bila dilanggar maka pihak tertindas akan mengambil tindakan-tindakan revolutif untuk upaya pembebasan, bahkan sangat mungkin untuk terjadinya balas dendam kepada penindas. We O We, WOW!! Mesir tentu telah tersentuh titik agregasinya, sehingga masyarakat sebagai pihak tertindas bergerak, menuntut penguasanya turun. Namun apakah titik agregasi itu sebuah parameter yang obyektif? Apakah harus menunggu 30 tahun ditindas baru kemudian tersentuh titik agregasi tersebut?


Tentu tidak. Menurut Mas Suharsono, titik agregasi tidak dapat dinilai secara obyektif, tetapi merupakan "realitas interaktif" yang tergantung atas kesadaran dan keberanian, bukan tergantung atas besarnya penindasan. Rakyat Mesir lah yang sepenuhnya sadar dan berani untuk bergerak revolutif, walaupun kesadaran dan keberanian tersebut termotivasi dari gerakan massa di Tunisia.
Tidak harus 30 tahun tentunya. Bahkan negara kita sendiri, 350 tahun ditindas Belanda. 350 tahun dan bukan 30 tahun.. Sepertinya sangat muram sekali..

Bila dikaitkan dengan pemerintahan Indonesia, 1998 memang berjibun massa bergerak, banyak media mengatakan peristiwa tersebut merupakan Cheos milik Indonesia, Soeharto turun, atau apa pun namanya. Titik agregasi kah? tindakan revolutif kah? Tentu iya. Namun kemudian terbukti, pegganti-pengganti Soeharto belum mampu menyelesaikan masalah crucial di negara tercinta. Soeharto diturunkan bukan untuk kebaikan bangsa (walaupun dampaknya memang mendewasakan bangsa), malah muncul penguasa baru yang juga tidak bener.. Apakah titik agregasi di Indonesia ini dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan pemimpin, kemudian kursi kepemimpinan diambil alih oleh pihak yang notabene memiliki kepentingan, bukan atas nama rakyat?? Apakah selalu demikian?? Bila demikian, maka kesadaran dan keberanian rakyat untuk bergerak revolutif, pada akhirnya hanya nonsense belaka. Kesadaran dan keberanian hanya digunakan oleh mereka yang memiliki kepentingan untuk menjadi seorang pemimpin, menggantikan pemimpin sebelumnya yang dinilai sudah gagal.

Dalam masa sekarang pun, saya menjadi takut (tentu bukan titik agregasi itu yang saya takutkan). Tunisia, Mesir, dan sepertinya pada masa kemudian akan disusul oleh negara-negara Timur Tengah lainnya. Besar kemungkinan akan merembet ke masyarakat di seluruh dunia, yang juga merasa tertindas, bisa jadi juga memotivasi negri kita untuk melakukan hal serupa (yang bukan hal baru untuk kita). Saat ini pun rezim SBY sudah mulai menunjukkan hasil penindasannya. Beberapa pihak sudah mulai memprovokasi massa untuk bergerak, bergejolak. Beberapa di antaranya menyebarkan kesadaran dan keberanian untuk bebas dari penindasan karena murni untuk menghapuskan kebrobrokan rezim kemudian untuk kemajuan bangsa, namun beberapa di antaranya juga memiliki misi. Yang terakhir ini yang saya takutkan. Sebuah konspirasi, menciptakan suasana agar titik agregasi tersentuh, kesadaran dan keberanian muncul, masyarakat bergerak mendongkrak haknya, penguasa runtuh, kemudian sebagai penggantinya hanyalah rezim yang sama yang membawa pada kondisi tertindas lagi, titik agregasi lagi, pergantian pemimpin lagi, tertindas lagi, titik agregasi lagi,  pergantian pemimpin lagi, tertindas lagi..... fiuuuhhh, entah sampai kapan..

Ini kah yang disebut buah simalakama? Bergejolak berarti memutar roda penindasan lagi, tidak bergejolak berarti tetap tertindas oleh rezim sekarang.. Hmmm, saya sih yakin buah simalakama ini akan segera berakhir, kita akan bergejolak dan mendapatkan seorang pemimpin yang berdedikasi tinggi, yang membangkitkan bangsa, entah bagaimana caranya.. karena bagaimana pun yakinnya saya, rasa takut itu masih ada..

Namun sepertinya saya harus tenang, karna esok saya harus bangun pagi.. (Oh No!!!)

-60 minutes in writing-  

Jiaela, blog saya kali ini seriuss amiirr daaah, heran.. (_ _")a