Monday, February 29, 2016

So High

Dan terbitlah itu seri terakhir Supernova: Intelegensi Embun Pagi, JEDHUEEERRR!!!

Kira-kira setelah collapse sedikit karena semalam sebelumnya penuh esmosi akibat ditinggal kereta lalu beli tiket lagi untuk pemberangkatan berikutnya, aku menemukan buku putih nan seksi dengan ketebalan sesuai harapan itu. SEKSI BANGET! Tapi ia membuatku sesak bukan main. Hampir kejang-kejang di toko buku, karena seakan aku pulang demi menemuinya. Oh, Tuhan, aku sesak napas di toko buku!

Tapi toh aku tidak membelinya. Dan aku menahan pandangan melebihi pandangan-pandangan yang ditahan terhadap lawan jenis. Aku tak kuasa saja. Bukan karena tak punya uang, meski itu juga sangat bisa jadi. Hanya.. Hanya..

Hanya...

Aku..

Tak mampu..

Berpisah secepat ini..

Dengan kisah Supernova.

*mataku berkaca-kaca menulis kalimat barusan.

Aku tak mampu mengakhiri keberadaan mereka, si "Power Rangers" ala Dee Lestari. Bodhi mamen, Etra, Zarah, Alfa, the most gorgeous Gio (yang belum kudapat kisah di IEP-nya, tapi sudah yakin dia mutlak pangeran hati Bintang Jatuh), dan utamanya Diva the star itself! Belum! Aku belum rela, apalagi sama tokoh terakhir itu. Tokoh kunci semua ini. BELUM RELA BANGET AKU!!!

Kesannya jadi inti Supernova ada di Diva saja. Tentu tidak, sungguh tidak. Tapi bagiku Diva itu sosok yang connecting the dots. Dia pemersatu segala rangers. Dia inti sehingga Gio, Bodhi, Etra, Zarah, serta Alfa dapat ada dan beredar. Dia mastermind-nya. Dia kunci dari segala logika Supernova. Dia adalah sutradara kisah ini. Ya, betul, dialah penentunya. Diva adalah jelmaan paling nyata seorang Dewi Lestari. Paling nyata! Lihat saja, Dee, dan Di. Pengucapannya saja sama. Mereka berdua berpola pikir sama. Cantiknya sama. Witty-nya sama. Jernih suaranya pun sama. Diva is definitely Dewi Lestari. Ga bisa enggak.

Lalu bayangkan bila kau harus berpisah dengan Ibu Suri, pemberi nafas segala denyut dalam lembaran seri Supernova. Bayangkan kau harus berpisah dengan suara itu, yang selalu indah menggema sejak awal milenium. Bayangkan esok tak ada lagi harapan bertemu Bodhi, Alfa, dan Gio. Bayangkan. Pasti akan krik krik sekali. Maka pun, siapa yang rela berpisah dengannya? AKU SIH ENGGAK!!!

*tapi besok rencana ke togamas sih (sigh) T_T

Saturday, February 20, 2016

GFUU


Pengalaman terkini yang menyeruak di benak ingin dimuntahkan adalah tentang Jake Gyllenhaal. Inginnya menulis dalam bahasa Inggris, tapi aku rindu berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Pret.

Bisa dibilang ini fansgirling (atas aktor) pertama yang masuk blog. Aku pernah kesengsem banget sama Tom Cruise dan Bradley Cooper, DiCaprio, tapi keseluruhan performance mereka tak cukup membuatku untuk mengulasnya. Mungkin Gyllenhaal emang unik yahut dan mantab.

Secara fisik, dia seksi, jelas. Tapi kalau dibandingkan dengan ala-ala Bradley Cooper, atau aktor bertubuh model banget, Gyllenhaal agak meleset dari standar itu. Tapi justru karena tidak memenuhi kesempurnaan yang dimaksud, kapasitasnya jadi malah melampaui yang sempurna. Gyllenhaal hadir dengan keesentrikannya sendiri dan melibas kemonotonan. Biasanya seorang aktor terkenal dengan ciri khasnya tertentu, misal di beberapa filmnya, DiCaprio sering berada dalam adegan di mana dia terlihat gusar, alisnya mengkerut menajamkan pandangan mata birunya, dan lalu dalam angel khas ini dia melantunkan dialog kegusarannya. Khas DiCaprio banget. Tapi bila menemui pengulangan serupa di Inception, di The Great Gatsby, di The Departed, aku agak bosan.

Nah, Gyllenhaal punya ciri khas yang agak ambigu. Dia mampu membawakan lakon dengan beragam karakter: dari baik, jahat, pecundang, idealis, lover, hater, bad boy, brengsek, womanizer, hingga gay, dengan tidak menampakkan karakter yang tidak sedang ia bawakan. Misal dia sedang berkarakter jahat, dia tidak akan menampakkan setitik pun ekspresi baik di wajahnya (Nightcrawler). Saat jadi pecundang, dia akan benar-benar jadi pecundang (The Goodgirl, Bubble Boy, Lovely and Amazing). Saat jadi gay, dia seakan menghilangkan heteroseksualitasnya (Brokeback Mountain). Wajahnya seakan mudah saja berganti dari psikopat, pecundang, sampai ke yang baik hati dan penyayang. Karakter menjadi seorang yang tak extraordinary pun berhasil dia bawakan seperti di Moonlight Mile.

Keunikan paling menonjol dari Gyllenhaal adalah fisiologis tubuhnya (tidak memenuhi proporsi model tapi malah melampauinya). Dan ini kemudian digunakannya dengan sempurna untuk beradegan. Gyllenhaal tidak tinggi-tinggi amat. Dan ini khas: bila berjalan bahunya miring, dan cara berjalannya benar-benar tidak seperti ala lelaki "sempurna" yang tegap menatap lurus ke depan. Bahkan mencoba jadi sempurna pun tidak. Dia seringnya terlihat berjalan agak tidak mulus, seakan salah satu kakinya agak lebih panjang dari kaki lainnya, dan sering sekali terlihat menyeret kaki. Lari pun tak semulus larinya orang/aktor kebanyakan. Tubuh agak tak tegap menyeret kaki ini memang pas untuk lakon pecundang. Saat dia memainkan lakon laki-laki idaman sejuta umat, seperti di Love and Other Drugs, ke-quirky-an ini memang agak jarang ditonjolkan. Tapi tetap, saat adegan duduk ia tidak terlihat berusaha menegapkan badan. Keunikan ini dapat menyedot atensi penggemar, sebab rupanya seorang aktor hebat pun tak harus berbadan tegap sempurna. Ini artinya acting Gyllenhaal tidak memperlebar kesenjangan antara penonton dan layar yang sedang ditontonnya. Penonton tidak merasa dihakimi, karena Gyllenhaal tidak membawa norma-norma postur tubuh ideal tertentu. Bagi seorang yang susah berpostur "sempurna" sepertiku, Gyllenhaal is definitely a hero. BIG CLAP.

Tapi tentu yang tak boleh dilewatkan adalah mimik wajahnya, utamanya kombinasi mata dan senyumnya. Kombinasi inilah yang menghasilkan beraneka ekspresi. Senyum Gyllenhaal tidak hanya sekadar senyum biasa, karena dapat bernada macam-macam, tergantung apa yang matanya sedang nyatakan. Di awal Brokeback Mountain, dia tersenyum biasa, tapi matanya sedang memandang agak aneh antara malu-malu atau agak insecure, tapi juga ada indikasi dia agak tertarik ke lawan mainnya, hingga isyarat bahwa dia sedang berperan sebagai seorang gay pun bisa ditangkap penonton di awal. Dan pernyataan itu sangat penting untuk pembuka sebuah cerita. Cerdasnya hal itu tak disampaikan lewat dialog, hanya ekspresi senyum yang ganjil! Maaaan, ya director-nya mantap juga sih! ANG LEE GETOH!! Btw, lewat film ini aku akhirnya bisa nangkap logika kasih sesama jenis. Awalnya masih pusing juga kok bisa sesama lelaki suka lelaki, atau sesama perempuan suka perempuan. Gara-gara liat tatapan Gyllenhaal, saya jadi ngarti.. :)

Saat di Nightcrawler, gemezzz banget. Mas ganteng itu dibikin antagonis betulan. Tak ada satu pun nada positif! Bayangpun! Gyllenhaal diceritakan jadi freelancer yang merekam sebuah kejadian yang bisa dijual untuk bahan berita ke stasiun TV tertentu. Karakter dia: licik, kamfret, JAHAT. Di akhir, agar mendapat news footage fenomenal, dia mengumpankan rekan kerjanya (seorang yang dia hire untuk assist) ke buronan yang sedang mereka buntuti. Rekan itu tertembak, dan Gyllenhaal merekam semua kejadiannya. Tentu dia dapat banyak duit dari situ. Film ini parah bangetlah. Hampir bikin hilang keinginan ngefans Gyllenhaal. Tapi lalu sadar, semua itu gara-gara AKTING dia OKE BANGET. Sampe pusing juga lihat orang ganteng akting kampret. NAH!

Ya tapi dia memang sering banget berperan jadi orang quirk sih. Tapi saat jadi macam polisi-polisi militer-militer gitu, aduhai bangetlah. Meski tetep aja yang ala-ala bad boy. Di End of Watch, udahlah, semacam dia dapat "pengganti" kawan main Brokeback Mountainnya (Heath Ledger - juga pemeran Joker di The Dark Night) yang meninggal di awal 2008. Gyllenhaal bener-bener oke banget memerankan polisi easy going dan setia kawan. Dia dipasangkan dengan Peña, dan mereka berhasil banget membangun chemistry persahabatan, hingga saat Peñdiceritakan meninggal karena melindungi Gyllenhaal, aku ga bisa berhenti menangis. Bagian cerita ini semacam menggambarkan gimana Gyllenhaal kehilangan mate-nya di dunia nyata, si Ledger tadi. Ampun, ga kuat ngerasain sedihnya Mas Jake.. :'(

Jangan lupa JARHEAD!!! Ini era-era Brokeback Mountain juga. Siapalah yang ga tahu film ini. Dia jadi sniper. Agak badung juga (sniper badung?). Untuk ukuran anak muda, oke banget deh aktingnya. Di PRISONERS juga dapat dilihat kemampuan perannya jadi Detektif Loki.

Lalu menariknya di tahun yang sama dengan film Prisoners, 2012, sutradara yang sama memproduksi satu film lagi yang dibintangi juga oleh Gyllenhaal, entitled Enemy. Thriller juga. Tapi Enemy ini bisa dibilang KONKLUSI aka. KESIMPULAN dari kemampuan Gyllenhaal. Jadi bila mau tahu kerennya dia, bisa langsung saja dilihat. Di film ini Gyllenhaal ditantang memerankan dua orang dengan kepribadian yang total berkebalikan. Ceritanya ada seorang dosen yang lalu tahu ada seorang yang mirip banget sama dia, tapi sifatnya beda banget. Dua-duanya diperanin Gyllenhaal. Satunya dosen quirky agak aneh, menutup diri, ga populer, susah public speaking, bahkan komunikasi sama cewenya aja agak krikkrik. Gyllenhaal satunya jadi aktor, hidup cukup agak mewah, suka main cewe, ala-ala badboy populer gitu. Saat nonton film ini, aku cuma bisa berdecak ckckckckck kagum sekaligus amazed, "nih orang mukanya bisa punya ribuan makna". Si sutradara bener banget deh sudah milih Mas Jake.

Untuk catatan, tentunya tak semua film yang ada dianya sukses. Yang fail pastinya banyak. Cuma, jangan lewatkan Accidental Love, yang rating IMDB-nya cuma 4. FAIL BANGET, tapi ga tahu kenapa film itu sweet banget dengan segala sarcasm-nya. Serius, buatku itu film fail tapi cerdas.

Dan begitulah, tak bakal heran kan kenapa aku suka Mas Jake ini. Buatku dia aktor yang fair, ga terlalu mengintimidasi penonton. Manusia banget istilahnya. Ya oke, dasarnya dia ganteng. Tapi dia mampu menampilkan beragam ketidaksempurnaan yang bisa menutupi kegantengannya itu. Bahkan di Nightcrawler aku tak bisa melihat dia sebagai sosok yang ganteng, karena di situ dia digambarkan licik banget. Itu lho, realistis banget, dan tidak monoton. Me is definitely waiting for his next works!

Tapi nih, satu yang bikin dia grade A mother f-er: doi mantannya Taylor Swift. 

"And you get a head, a head full of dreams.."
(Coldplay, A Head Full of Dreams)