Sunday, April 26, 2015

Am Happy and Lucky to Have You


Siang serasa pagi tadi pikiranku melayang ke kawan-kawan lama. Old friends biasa mereka bilang. Sepertinya karena diarahkan oleh jemariku yang tersasar di tab kontak WA. Foto-foto keluarga yang terpampang bahagia (meski tentu banyak yang masih single). Sebelum itu, keinginan untuk memiliki anak - berkeluarga -, setelah sekian lama tak pernah muncul, sempat nongol kembali. Fakta bahwa jemariku pergi menyusuri foto-foto "bahagia" kawan-kawan itu, seakan merupakan bukti bahwa aku kembali menengok referensi arti dari sebuah bahagia. Berkeluarga? Apakah itu yang benar-benar kuinginkan? Karena sudah sekian lama tidak memikirkan hal ini dengan menggebu, bahkan sekarang pun tidak (meski "kesambet" kepengen, tapi bukan yang menggebu sifatnya), kurasa hal semacam itu tak perlu sebuah jawaban. Yang penting aku tahu apa yang sedang kulakukan. Itu pun sudah cukup. Benarkah aku tahu?

Senang aku melihat kawan dengan keluarga mungilnya, terekam dalam suatu detik diam tanpa gerak, dalam piksel ribuan warna, dalam biner nol dan satu. Biasanya terasa biasa saja. Dulu sempat pula disertai rasa sedikit "eneg" karena mungkin kepengen menggebu yang tak tersampaikan. Perbedaannya sekarang mungkin terletak pada diriku yang memaknai sebuah keluarga. Mungkin dulu pernah aku ingini sangat menikah muda. Tapi kini tak lagi. Bila beberapa orang belajar dengan mengalami, aku, untuk hal ini, belajar dengan mengamati. Aku harap aku tahu apa itu bahagia dalam keluarga sebenarnya. Sakinah mawadah wa rohmah itu adalah keluarga dengan relasi kekuasaan yang setara antara sosok-sosok dewasanya (istri-suami). Hahaha. Relasi kekuasaan setara macam apalah, kenapa jadi sok berkajian budaya. Yang penting tidak ada pihak yang merendahkan pihak lain, tidak juga secara tidak sengaja semacam bawaan budaya yang ada. Misalkan ada tamu, terus si bapak yang menyambut tamu dan ibu menyiapkan minum. Itu macam ketidak setaraan yang "otomatis" dan tidak disengaja, karena bawaan budaya. Sedang si bapak bisa nggedabrus ngalor ngidul memamerkan isi otaknya, si ibu tak punya kesempatan untuk menyalurkan isi pikirannya. Si bapak akan dipandang sebagai sosok pintar, dan bahkan si ibu tak sanggup turut dalam forum di ruang tamu tersebut, karena telah tertinggal konteks obrolannya. Oh, nestapa si ibu..

Sakinah mawadah wa rohmah. Alahmak.

Tapi melihat foto terkini kawan-kawan lama, selain bahagia melihat keadaan mereka, aku juga mengenang diri mereka di jaman dahulu. Dan hal itu membuatku semacam merefleksi. Si A dahulu adalah sosok seperti ini. Dua tahun yang lalu aku menghadiri pernikahannya, dan kini ia sudah foto bertiga, dengan anak dan istrinya, lengkap dengan tumpeng nasi kuning yang mereka hadapi. Kemungkinan adalah syukuran ganjil umur setahunnya si kiddo. Si A yang lain berfoto sendiri, tapi aku tahu dia dahulu salah satu gebetanku, dan beberapa tahun lalu aku menghadiri resepsi acaranya. Pernah setelah pernikahannya ia secara tersirat berkata padaku bahwa bila dahulu hubungan dengan istrinya (berarti pada periode yang dimaksud menjadi calon istrinya) gagal, ia akan "memilihku". Mengingat itu aku jadi tersenyum kecut, karena secara fisik yang dianut orang kebanyakan, aku memang kalah cantik dari istrinya. Kecut, but he's one of my best old friends. Laki-laki lah ya, mau bilang dia ga suka cewe ber-high heels, tapi ga nolak banget kalo ada yang begituan mepet-mepet. Mau bilang ga suka cewe yang gampang banget sentuhan tangan sama cowo yang bukan kekasihnya, tapi ga nolak bangett kalo tangannya digenggam erat sama cewe ybs. Hahaha. Only one simply conclusion: ga ada laki-laki yang nolak cewe cantik (titik). Kalo kamu ditolak, it's simply because you're not that pretty (in their fucking mind).

Hah, am totally over generalizing. Fucking generalist.

Canda.

Si A yang kedua itu untungnya tak pernah bilang dia ga suka cewe cantik, jadi aku maklum banget kalo dia ga milih aku, dan aku sekarang juga sangsi banget misal dahulu jadinya aku yang kepilih. Alahmak, entahlah, pasti jungkir balik banget hidupku karena nikah muda. HAHAHA... (dan padahal beberapa tahun ini hidupku juga jungkir balik, parah banget bahkan, wkwk)

Refleksi itu terjadi dengan mekanisme seperti ini. Aku melihat foto terkini kawan-kawan lama. Lalu aku tersenyum. Aku tahu, atau lebih tepatnya sok tahu, bagaimana pola pikir kawan-kawanku ini. Ya maklumlah bila sok begini, soalnya aku generalisir saja mereka bekerja dan berkeluarga. Almost no book to read, almost no forum for discussion (in terms of philosophy), almost no silence to muse (meski orang-orang yang ga kerja dan keluarga pun juga banyak yang punya penyakit ini). Gitu deh. Bila aku tersenyum melihat hidup mereka saat ini, turut bahagia atas "prestasi" mereka, bagaimana bila mereka melihat hidupku? Di situlah letak refleksinya.

Sok tahuku bilang mereka akan merasa sedikit "miris", sebab lihatlah, bahkan aku belum juga lulus hingga sekarang, belum juga bekerja, bahkan pacar tak punya (kenapa juga kata 'bahkan' disambungnya sama 'pacar', wkwk). Belum lagi kulit tidak juga memucat agak putih, kantong mata segede danau toba, dan badan kurus 50 tak pernah tembus. Huhuhu. Mikirin yang terakhir ini aku yang jadi miris sendiri, meski dua bulan yang lalu sempat masuk 48 (bukan JKT).

Yet, yet, yet. Tapi tapi tapi bukan itu semua. Aku memang belum bekerja (lagi) dan kemungkinan besar tidak akan memiliki kehidupan yang sama seperti yang kawan-kawanku miliki. Tapi mereka harus tersenyum ketika melihat sosokku sekarang. Aku bukan sosok yang stagnan. Aku telah berproses sejak terakhir kali perjumpaan dengan mereka. Aku adalah pribadi yang telah belajar, telah mengalami, telah mengamati. Tidak semua hal memang, dan (mungkin) bukan hal-hal yang terjadi dalam hidup kawan-kawanku. Tapi dalam tubuhku sudah tersusun entitas-entitas yang lebih bermakna daripada mereka yang menggenapiku beberapa tahun yang lalu. Aku berbeda, tentu, seperti juga mereka yang berbeda. Tapi aku tidak berbeda dengan arah kemunduran. Aku maju, banyak langkah. Bukan 'maju' dalam kosa kata mereka, dan ini sulit dijelaskan. Yang pasti aku maju. Aku bahagia.

Dan aku yakin, setelah membaca ini senyum pun akan mengembang di wajah mereka. Juga di wajahmu.

Am happy and lucky to have you.

APAAN.

1 comment:

  1. jekii kereeennnn b^^d hanyut dalam setiap kata2mu jeeekkk..

    ReplyDelete

enter what comes into your head.. -_-b