Wednesday, December 24, 2014

Sebenernya Emang Cengeng


7.15 pm. In library. "Tasting" new facility. Like internet cafe, with lenovo-all-in-one-monitor-pc-sound-so forth (aye kaga ngerti apa nama barang beginian, tapi cukup bikin pengen).

Ini yang ingin kuceritain. Semacam ada emosi yang belum tuntas sedari tadi pagi, dan itu masih tersisa hingga sekarang hingga diri ini masih sensitif. Terlampau mudah terbawa suasana. Yet I like this feeling so much. Very much.

Barusan membaca tesis tentang wacana mothering dan cloning dalam anime Final Fantasy VII (FF VII) The Advent Children. Tentu aku ga bakal cerita isi tuntas tesis ini. Tapi karena membaca itu aku jadi tahu bagaimana anime ini dikisahkan. Dan lebih itu kurasa dengan membaca tesis seseorang itu kita seperti dikisahkan tentang sebuah kisah. Semacam ada yang bercerita tentang sebuah film kepada kita. Tak jauh beda seperti teman kos sebelah yang sangat pintar menceritakan kembali kisah film yang baru ditontonnya. Menonton film kini memiliki cara baru. Menonton lewat kisah. Mungkin semacam review atau ulasan, tapi membaca tesis lebih dari ulasan. Kisahnya berliuk-liuk, dan lebih komplet daripada hanya membaca ulasan yang cuma satu lembar saja. Tapi sampai sini semoga ga ada yang menganggap apa yang kutulis tesas tesis ini semacam sebagai pencitraan ya. Eh tapi begitupun juga tak apa deng..

Dan ketika narasi tesis beranjak pada kisah pemuda-pemuda kloningan di FF VII yang tak punya ibu biologis (juga ibu sosial) sedang berjuang mati-matian demi mendamba ibu sejatinya, apalah arti ibu sejati itu (dalam narasi itu disebutkan Jenova, semacam sel makhluk luar angkasa jahat yang sebelumnya ingin memusnahkan bumi). Sedang mereka sadar betul ibu mereka tidak sama dengan ibu kebanyakan manusia di bumi, yang secara biologis berbentuk perempuan dsb. dsb., yang secara sosial lemah lembut penuh kasih sayang dan perlindungan, dsb. dsb., pemuda-pemuda itu ternyata menginginkan dengan sangat seorang ibu yang mencintainya unconditionally, and so forth and so forth.

Tega banget yang bikin anime. Serius. Macem udah bikin cerita seru-seru tentang kloningan gitu. Tentang sebuah teknologi yang mantab habis bisa menciptakan manusia tanpa harus perempuan menggunakan tubuhnya untuk menerima sperma, mengandung, melahirkan, eh, akhir-akhirnya dibikin cerita kalo manusia hasil kloningan masih aja butuh sosok ibu yang semacam itu. Seharusnya kalau memang mau bikin masyarakat bebas ibu kan ya dibikin sistemnya yang sempurna, yang terisolasi kek dari wacana ibu yang mengasihi selayaknya wacana dominan yang kini ada di masyarakat di dunia. Apa bikin wacana baru tentang kehidupan yang tanpa mendamba seorang ibu (ya, aku tahu ini pikiran radikal banget, bukan berarti membenarkan, tapi ini hanya semacam protes aja atas kurang bertanggung-jawabnya anime tadi atas apa yang ia ciptakan di awal, hahaha). Tentu yang radikal begini bisa lah dilakukan. Misalnya di Jepang aja perempuan-perempuan yang dengan sengaja memilih menjadi single mother sudah ada sejak 70-an. Dan kini jadi biasa. Di Indonesia sudah mulai. Di Jepang bahkan sudah diakui anaknya sama pemerintah, semacam masyarakat juga sudah menerima kondisi baru itu. Yakin nanti di Indonesia juga bakal ada pemakluman, semacam juga pemakluman pada kondisi rumah yang rusak (maksudnya broken home). Begitulah. Semua wacana radikal itu bisa-bisa aja diterapin gitu, yang pasti ada niat untuk memulai wacana baru. Bahwa ibu itu tak harus perempuan, bahwa ibu itu tak harus lemah lembut misalnya, tentu bisa-bisa aja. Itu intinya.

Dan satu lagi (karena perpus udah mau tutup nih). Gara-gara baca pemuda-pemuda hasil kloningan itu masih mendamba sosok ibu yang mengasihi gitu kan, jadi kerasa kayak mereka kurang kasih sayang. Huhuhu... Apeulah saya jadi cengeng banget hari ini.

Udah!!!

No comments:

Post a Comment

enter what comes into your head.. -_-b