Saturday, February 09, 2013

Selamat datang, Alergi!


Aku tak pernah berharap yang seperti ini terjadi padaku lagi, atau sebenarnya pernah, sih..

Syahdan, seorang Zaki Pstp pernah menulis:

"Bagaimana bila tubuhku kemudian penuh bentol, ..." (Bagaimana Bila - 2012)

dan aku benar-benar mendapatkannya! Nyata! Lagi! Sudah 24 jam!! Alergi!!!

Rasanya sudah lama sekali tanpanya, tidak ada ketika mulai pindahan ke Jogja, tidak menyerang ketika masih di pare, tidak juga kala mendaki Semeru. Sudah setahunan lebih berarti. Aku tak pernah mengharapkan kehadirannya. Bahkan saat ini. Tidur gak bisa (mau bisa gimana bila gatal di mana-mana?). Usap sini, usap sana, dan menggaruk sama saja dengan neraka. Aaaaaaaaaaaaarrrrrghhhh!!!!!
 
Aku tahu dua minggu ini sangat emosional. Aku tak pernah menyangka pertahananku akan sejebol ini. Pasalnya tiga bulan lalu, di mana kesibukan kuliah dan tugasnya yang berjibun lalu membuat pola makan dan tidurku keteteran bukan main dan karenanya membuatku berpikir alergi seperti ini akan muncul, ternyata aku masih bertahan. Tak ada bentol-bentol sama sekali. Tak ada sesak nafas sama sekali. Malah saat ini: kuliah tak ada, semua deadline sudah lewat, eh, alergi itu muncul. Imunku benar-benar turun drastis. Kuakui memang tidur dan makanku juga berantakan. Tapi aku tak bisa terima kenyataan ini. So illogical.

Dan sebuah pernyataan sebenarnya bermakna kontras darinya. Sebenarnya ini logis, sangat logis bahkan. Level bawah sadar memang tak dapat diprediksi. Bila ia tak dapat menahan cobaan, luber ia ke tubuh, menyerang yang sadar. Pak Guruku pernah bilang bahwa kata-kata selalu bermakna, dan punya seringai. Ia bisa menyerang siapa pun, dan apa pun. Bisa jadi kau tak punya hati, namun kata-kata selalu dapat menunjukkan kekuatannya. Dalam kasusku, kata-kata sungguh telah menyerang sedemikian rupa. Hati sudah merasa, tubuh mengindra hadirnya, dan bawah sadar menerimanya. Bertahan tak dapat, ia salurkan pada yang sadar. Telak bila alergi itu muncul. Pilihannya hanya dua: rusak jiwa atau rusak fisik. Mungkin itulah yang terjadi pada mereka yang dianggap gila. Sistem bawah sadarnya tidak dapat membagi 'sakit'-nya pada yang sadar, sehingga jiwanya tak lagi seperti kebanyakan orang. Pola pikirnya yang berbeda, dan ketidaksadarannya bahwa ia berbeda, membuat ia mendapat predikat 'gila'.

Semuanya ada pada input. Aku harus segera mengounternya. Meluruskan segala bahasa yang masuk. Bahasa yang baik -kata-kata yang baik- akan menjelma menjadi sebuah yang baik pula. Ialah yang sebenar-benarnya medium. Konsumsi bahasa adalah konsumsi level pikir, dan karenanya adalah konsumsi bawah sadar. Lalu dengannya muncul sikap sebagai representasi konsumsi. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana aku mengatur level pikirku, karna hanya ia yang tahu apa itu yang baik, dan apa itu yang buruk.

Segera melakukan perlawanan, membangun pertahanan. Aku tak mau imunku segera hancur dan harus terikat (lagi) dengan rezim medis. Aku tak mau jadi bangkai yang terkapar tak berdaya dengan jarum menusuk vena pergelangan tanganku. Tidak lagi.

Lalu biarkan aku berdoa, karena aku sedang sok religius:

"Tuhan, berikan aku kekuatan untuk membersihkan kamarku. My roommate is about to come.."

Aamiin..

PS: bahkan resolusi 2013: program LIVE-T-ku, sudah kuhianati dalam sebulan saja, aaarrrgggghhhh!!!!

2 comments:

enter what comes into your head.. -_-b