Sunday, February 17, 2013

Mengunjungi Minggu


Apa yang lalu membuat hatimu merasa teriris-iris di siang menjelang kumandang adzan Dzuhur? Adalah adegan kasih seorang ayah untuk anaknya, yang diungkapkan dalam versi 'tidak sayang'. Dan ini adegan nyata.

25 tahun. Sebut saja Zakiyah (aku dong?). Dikunjungi ayahnya di Minggu yang cerah. Angin lembut berhembus. Terik membakar jalangnya sang siang. Bunyi bel pintu tiga kali dengan pola tekan berbeda setiap darinya. Teeeet-teeeet-tet. Bergegas Zakiyah keluar kamar mandi tergopoh-gopoh. Tak menyangka kedua orang tuanya secepat itu sampai, sedang ia baru saja membuat kamarnya tampak rapih nian, sedang baju pun baru saja dilepas dari tubuhnya sebagai pengawal ritual mandi. Tak jadi mandi, ia kenakan kembali baju itu dan membukakan pintu untuk sepasang laki perempuan paling penting di hidupnya.

Ayahnya berperawakan besar, ibunya sekurus dirinya. Hati Zakiyah berdegup-degup tak karuan. Pikirannya berkelebat. Kunjungan ini tak pernah ia sukai. Bayangkan saja, di tengah tidurnya yang kurang karena tidur subuh, ia harus menerima telepon dari orang tuanya yang sudah dalam satu jam perjalanan saja dari tempatnya. Ia harus bangun, dan menghadapi kamar yang kotor berantakan. Ia iri dengan kamar temannya. Baginya keadaan kamar sebelahnya itu lebih mending daripada miliknya, meski itu berarti buku berterbaran di mana-mana. Tinggal menatanya kembali dalam lemari, batinnya dalam hati. Namun kamarnya adalah sarang debu dan kotoran. Buku tak banyak bertebar. Debu membahana. Kelabakan di pagi menjelang siang itu ia lebih rasai sebagai persiapan sebuah razia. Kunjungan yang seharusnya menjadi ajang lampiasan kasih sayang orang tua dan anak, kini hanyalah neraka baginya.

Dulu sempat ia menyukai kunjungan semacam itu. Bertahun-bertahun yang lalu. Ia tak perlu repot membersihkan kamar, karena kedatangan orang tuanya penuh cinta. Setidaknya apa yang mereka bawa adalah apa yang semua orang bilang sebungkus kasih. Kasih sayang yang membuat senang. Ibunya akan masuk kamarnya, dan hanya geleng-geleng melihat betapa berantakan dan kotornya kamar anaknya. Sang Ibu dengan tersenyum akan turun tangan membereskan dan membersihkan. Zakiyah dan ayah juga turut serta. Mereka damai dalam sebuah kunjungan kasih sayang. Setelahnya mereka akan pergi makan siang. Di gudeg langganan beberapa kilometer dari kos-kosan, lalu dilanjutkan jalan-jalan di Malioboro. Zakiyah senang karena kunjungan orang tua berarti juga sendal baru, atau baju baru untuk kuliah. Juga berarti tambahan duit makan. Bahagia mereka mengitari Minggu Jogja yang indah. Namun kini tak lagi.

Bukan berarti tak lagi ada kasih sayang. Ini hanya masalah cara mengasihi yang berbeda. Kunjungan yang digubah maknanya sebagai razia oleh Zakiyah itu membuatnya tercekik hingga harus menahan emosinya. Ayahnya bukan lagi seorang yang tampaknya bangga nian dengan masuknya dirinya di kampus idaman Nusantara beberapa tahun lalu. Ibunya tak lagi menyunggingkan senyum kepuasan karena telah melahirkan gadis pintar yang beranjak dewasa. Bayangan mengecewakan terpantul jelas dari masing-masing mata orang tuanya. Ia melihatnya dan menelannya sebagai kepahitan dirinya. Kepahitan yang perlahan menggerogotinya.

Kuliah tak selesai-selesai dengan IPK sekarat agaknya merupakan alasan yang tepat. Begitu masuk ke kamar, ayahnya penuh selidik menanyakan ini itu. Dengan berbahasa yang halus ia menjawab seadanya, masih dengan kesedihan yang mendalam karena berada dalam sebuah diri yang ia lihat dari mata kedua orang tuanya. Kamar yang sudah rapih tak diberi apresiasi. Duduk sebentar, ayahnya pun pamit ke belakang.

Sekembali ayahnya ke kamar, geram menyertainya karena ia dapati baju anaknya yang menumpuk kotor di sebelah kamar mandi. Tumpukan yang semakin mengeruhkan pemandangan areal yang sejak awal sudah terasa suram itu. Banyak di antaranya sudah menjamur, beberapa basah tak berupa, yang kering sudah penuh oleh sarang laba-laba. Meledaklah grundelan itu. Zakiyah beranjak membereskannya, bersama ayahnya yang meluncurkan sejuta kata penuh emosi kekecewaan di sampingnya.

"Ya Tuhan, Nduuk, uwis slawe tahun kok yo kayak ngene.. Iki piye to, awakmu.. Ayo kuwi diresikki. Kok isa klambine keteteran kayak ngene. Kuwi enek sing teles sisan. Kene lebokke kresek, tak gawa mulih gen tak bong mengko sampe omah. Owalah.. Nduk, nduk.. slawe tahun lho.."

Menahan emosi, entah marah atau sakit hati, Zakiyah tak begitu paham, air mata mulai menggenangi matanya. Namun ia pantang menangis. Ia tahu ia mengecewakan. Ia sadari itu. Tapi ia tak tahu bagaimana untuk keluar dari jurang mengecewakan itu. Lalu hatinya semakin teriris ketika emosi ayahnya telah memuncak dan.. 

"Dug!", suara kepalan tangan sang Ayah didaratkan ke dinding kamar mandi yang lalu dilanjutkan pergi meninggalkannya agar emosi semakin tak menjadi. Kaget setengah mati dengan mulut bungkam tak dapat berucap, hanya linangan itu yang akhirnya mengalir di mata Zakiyah. Dalam diam isak ia segera melanjutkan mengurusi baju-baju sialannya itu, kali ini dalam senyap tanpa gerutu sang ayah.

Beberapa menit kemudian, dengan muka tertunduk ia menuju kamar bersama tiga kantong besar baju kotornya. Ibu dan ayahnya diam. Ia undur untuk mandi barang sebentar, sebelum pergi makan siang bersama, atau yang sebenarnya brunch bagi dia.

Ia pun mandi dan mendinginkan panas tubuhnya karena emosi. Bersiap diri menghadapi adegan-adegan selama beberapa jam ke depan. Bagi Zakiyah, berjam-jam bersama mata yang memandangnya dengan penuh rasa kecewa adalah neraka yang nyata. Ia ingin segera mengakhiri hari ini dan kembali ke kamar mandi itu lagi, untuk menangis sepuasnya.

Sayup-sayup kumandang adzan Dzuhur membahana. Aku tersadar, ayah Zakiyah sudah lama pergi ditelan bumi. Namun ada yang mengirisku ketika mendengar ungkapan kasih sayang seorang ayah kepada gadis kecilnya di depan kamar mandi itu. Di sebuah Minggu siang menjelang Dzuhur.

2 comments:

  1. waduh jek,, bingung antara pengen ngakak, tp dsaat bersamaan yo pengen nangis.. krn bingung, aq meneng wae truz moco liyane..

    ReplyDelete
  2. Ah, biasa, Shie. Dulu aku selalu ngakak sekaligus nangis waktu baca Full Metal Alchemist..
    *kabur nang rentalan komik*

    ReplyDelete

enter what comes into your head.. -_-b