Tuesday, August 09, 2011

7303-impian

Bercerita tentang mimpi. Mari kuceritakan tentang mimpi dalam sejarah hidupku. Bagiku mimpi adalah petunjuk untukku melangkah. Tujuan. Hal ini kemudian menjadi sesuatu bernama prinsip: aku tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuanku. Aku tidak akan berbuat yang ujungnya tidak mewujudkan mimpiku. Aku akan bertindak yang mengarah pada impianku. Bertindak selain itu berarti mengingkari mimpiku. Banyak hal yang turut andil dalam pemaknaanku atas pentingnya mewujudkan mimpi. Pasti sangat banyak. Namun yang signifikan selalu mengingatkan adalah novel-novel karya Paulo Coelho. Awalnya aku diajarkan oleh Sang Alkemis. Kubaca saat aku duduk di bangku SMP, dengan pemaknaan sekenanya. Seorang bocah SMP tahun duaribuan sudah mulai dikenalkan dengan kata-kata njlimet novel terjemahan yang isinya pun menurut orang dewasa saat itu memang njlimet. Namun bukan njlimetnya yang menjadi poin di sini. Adalah makna yang Coelho coba sampaikan. Memang aku tidak begitu yakin dengan itu pada saat aku membacanya. Namun ketika masa SMA, kuulang lagi membaca Sang Alkemis, dan aku mulai paham apa inti dari novel tersebut, jiwa pewujud mimpiku pun mulai lahir. Sang Alkemis mengajarkanku untuk meraih mimpi dan tiada menyerah untuk meraih mimpi, walaupun banyak sekali rintangan menghadang.

Mimpiku waktu SMP adalah sekolah di UGM, dan ketika SMA menjadi spesifik untuk kuliah di Teknik Elektro UGM. Dalam ingatanku kespesifikan itu seperti berikut: dahulu ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMA, aku sangat ingin menjadi seorang yang sangat pintar di bidang IT, dengan daya kodingnya yang super brilian; mencontoh film yang diaktori oleh John Travolta+Brad Pitt (lupa judulnya). Lalu aku mendapat informasi bahwasanya Ilmu Komputer adalah jurusan yang tepat. Aku pun gagal ujian masuk UGM dan kemudian mengikuti SPMB dan tiba-tiba terdampar di Teknik Elektro UGM, instead of Ilmu Komputer. Ketika kucrosscheck sejarah ini dengan ibuku, beliau mengatakan bahwasanya sebelum masa SPMB, aku pernah dengan menggebu-gebu berstatement akan membuat robot super di luar negeri. Ternyata menjadi pembuat robot lah yang mengantarkanku untuk masuk Teknik Elektro, dan bukannya Ilmu Komputer. Impian yang bila mau jujur, sudah kulupakan, sebelum akhirnya ibuku mengingatkannya beberapa hari yang lalu. Dan memang iya, impian untuk menjadi coder kala itu tergantikan dengan menjadi pembuat robot. Seingatku aku menggebu-gebu hingga keinginan ibuku untuk menjadikanku seorang calon dokter gagal total. Ibuku menyerah dengan impiannya memiliki seorang anak yang bergelar dr. dan dengan sedikit berat hati menuruti keinginanku untuk menjadi seorang pembuat robot. Impian palsu. Jeki palsu.

Kukatakan palsu, karena pada akhirnya aku lupa pada impian itu. Ini terjadi ketika diriku terlena. Ada masa yang dimulai di penghujung tahun pertama dalam kehidupan di Jogjaku, di mana diriku mulai kehilangan prinsip tentang pentingnya mewujudkan mimpi. Masa ini berlangsung selama..(mari istighfar sebelum membacanya)... 2 tahun lebih. Kusebutnya masa kering kerontang. Dalam periode itu aku menjadi sangat buruk. Aku non-aktif dari sebuah organisasi yang dengannya seseorang bisa membunuh jiwa pragmatismenya dan menjadi seorang yang aktif solutif. Menjadi seorang yang tidak ‘omdo’ – omong doang. Masa ini membunuh karakter ‘teguh dalam mencapai cita-cita’ yang telah kumiliki. Dalam masa ini, aku berhianat kepada diriku sendiri. Menjadi seorang yang sangat psimis, dan sering mengubah-ubah cita-cita karena takut akan konsekuensi dari suatu putusan. Aku tidak mau berjuang melawan rintangan dalam mewujudkan impian menjadi robot maker. Alasannya? Karena mata kuliah di konsentrasi yang membuat robot sangatlah sulit. Pada titik ini, mulailah aku menjadi pelari yang unggul. Untuk menghindari mata kuliah yang sulit, aku lari kepada jalur Informatika, yang mata kuliahnya lebih bisa kucerna. Motivasi? Hanya karena tidak ingin mendapat nilai C (dan D) terus menerus. Motivasi pelarian: ‘toh juga dulu aku pernah punya impian menjadi seorang IT expert’. Expectation: mendapat banyak nilai A. Oh, pragmatis sekali!!! Dalam perjalananku menjadi seorang pelari ulung, aku mulai lari dari kenyataan. Denial demi denial kuarungi. Yang penting lari dari kenyataan. Tujuanku pada saat itu hanyalah satu: lari.

2 tahun lebih kuarungi kehidupan palsuku sebagai mahasiswa. Di tahun terakhirku, masa ini mulai berakhir. Aku mulai menyadari kehidupan palsu yang telah kujalani. Tentang impianku. Tentang apa yang kuinginkan setelah menjadi pelari ulung. Aku mulai menelaah kembali pelajaran-pelajaran kebijaksanaan. Aku membaca ulang Sang Alkemis. Bahkan semua novel Paulo Coelho (yang ternyata selalu saja berisi tentang pentingnya mencapai mimpi) kutelaah kembali. Semuanya mengingatkanku agar memiliki mimpi, memiliki keinginan sejati, dan agar tidak berkhianat pada mimpiku. Kemudian aku pun bermimpi kembali, bukan yang sifatnya berlari. Ini adalah mimpi yang harus kukejar, kuraih dan kucapai, mimpi yang nyata. Mimpiku ini, sayangnya tidak berhubungan erat dengan mata kuliah-mata kuliah yang selama ini kutempuh dan kuraih banyak nilai A di antaranya. Pelarianku selama itu ternyata bukanlah sesuatu yang sejatinya kuinginkan.

Namun aku tetap menamatkan kuliah. Dan aku harus sedikit ingkar dari gelar yang kumiliki, demi mimpiku ini. Ujungnya? Hanya satu. Aku hanya ingin menjadi seorang yang selalu jujur pada diri sendiri, bukan lagi pelari ulung yang disejajarkan dengan pengecut. Bukan lagi menjadi seorang yang psimis. Aku hanya ingin menjadi seorang optimis yang berhasil menempuh segala rintangan dan cobaan hingga tercapai angannya. Karena menjadi seorang yang jujur itu berarti pula menjadi seorang yang bahagia. Sangat bahagia.

Memang tidak mudah untuk menentukan keinginan. Tetapi aku, dan kamu, dan kalian semua sudah memiliki caranya. Hati. Yang kuperlukan, yang kamu perlukan, yang kalian perlukan adalah hati. Aku bertanya kepada hatiku, hal apa yang paling membahagiakan di dalam hidupku. Aku menelaahnya, dan aku berani berjuang demi mewujudkan kebahagiaan ini. Kebahagiaan yang deminya aku berani bertarung untuk melalui segala cobaan yang hadir. Kebahagiaan yang bila diraih, akan memberikan senyum simpul kepuasan di sudut bibirku. Kebahagiaan yang mengantarkanku kepada individu yang lebih baik, yang lebih bahagia dan lebih penuh syukur. Kebahagiaan yang aku dan kamu menyebutnya sebagai impian. Terserah apa pun itu bentuknya. Bisa jadi uang, atau pun sesuatu yang bentuknya abstrak seperti perasaan. Yang pasti itu adalah sebuah impian. Impian yang harus kau wujudkan. Yang harus juga kuwujudkan.

Semoga, aku dan kamu dapat dengan teguh mempertahankan impian, dan lebih dari itu, semoga kita dapat mewujudkannya..

PS: 7303 adalah kode game Free Cell yang sudah seharian tak dapat kuselesaikan, bisakah kau? *ngek*

5 comments:

  1. Tapi kamu dah punya impian baru kan....
    Dan apakah kamu akan lari lagi dari impian barumu itu? Itu keputusanmu, karena hidup tidak selalu seperti yang kita impikan :)

    Yah sebenarnya aku juga mirip denganmu dan sekarang masih kujalani kehidupan itu walau penyebabnya berbeda karena saat itu aku belum mempunyai impian yang pasti, dan inilah kenyataan yang harus kulalui. Malah dalam kehidupan "palsu" ini malah kutemukan impianku :).

    Aku hidup untuk saat ini bukan untuk saat yang akan datang, bukan berarti aku membuang impianku karena impianlah yang akan menjadi penggerakku, namun kehidupan yang sedang kujalani saat inilah kenyataan yang ada, dan aku tidak bisa lari dari kenyataan :)

    Aduh malah jadi ngalor ngidul gak nyambung gak berhubungan antara satu kata dengan yang lainnya :)

    Nasi telah menjadi bubur, tapi bubur tidak selamanya berasa sama, tinggal bagaimana membumbui dan meraciknya sehingga menghasilkan bubur yang enak.

    ReplyDelete
  2. namun selalu berusahalah mengejar mimpi, karena (masih dengan novelnya coelho) ketika kita berjuang untuknya, yang di sana merasakan kebahagiaan yang sangat. Yang di sana itu, hati kita.. Maybe it will be more clear if you read the novel first.. :)

    Dan iya, aku juga bersyukur berada dalam kehidupan 'palsu',ternyata dengannya aku diarahkan kepada yang tidak palsu. We made mistakes to know the right one.. Don't ever afraid of making mistakes..!:D

    ReplyDelete
  3. tentunya aku akan berusaha mengejar mimpi itu sampai aku melupakannya dan membenci mimpi itu (sepertinya bakalan sulit kecuali terpaksa). Haha aku jarang membaca novel karena membuatku cepat mengantuk :)

    Kesalahan tidak selalu berbuat dosa. Dengan kesalahan kita bisa menjadi lebih mengerti dan berpikir untuk tidak pernah mengulanginya lagi. Dengan kesalahan kita menjadi lebih berpengalaman daripada tidak pernah salah sama sekali :p

    ReplyDelete
  4. yes, right! so let's make mistake!!!

    ReplyDelete

enter what comes into your head.. -_-b